Agus Priyanto: Hidup untuk Orang Lain
SATUHARAPAN.COM – Ironis, walau tempe adalah makanan sehari-hari di Indonesia, bahkan sempat jadi trademark—Bung Karno pernah menyebut bangsa Indonesia sebagai ”bangsa tempe”—tetapi kedelai, sebagai bahan bakunya, justru masih harus diimpor. Setiap tahunnya dari kebutuhan tiga juta ton kedelai, sekitar 60 persen harus diimpor, terutama dari Amerika.
Kenyataan itu mengusik Agus Priyanto untuk mencari alternatif. Langkahnya termasuk berani. Lelaki berusia 58 tahun yang tinggal di Pondok Gede itu selama ini bekerja di sektor perikanan. Tetapi sejak tujuh bulan lalu, ia memutuskan untuk mengubah haluan. Bersama beberapa rekannya, Agus mengembangkan koro (Canavalia ensiformis), sejenis kacang-kacangan sebagai alternatif bahan baku tempe.
Hasilnya ternyata lumayan. Memang usahanya baru pada skala rumah tangga. ”Kami lebih bergerak pada pemberdayaan masyarakat,” katanya, ”saya ingin memberi alternatif kepada petani dan pengusaha tempe. Sebab koro ini asli dalam negeri. Mosok kita harus tergantung impor?” Untuk itu ia aktif mendampingi petani, termasuk di tengah hutan di Majalengka.
Tak tertarik mengembangkan industri komersialnya? Lelaki, lulusan Kolese De Britto Yogyakarta, itu malah tertawa. ”Orang hidup bukan hanya untuk bisnis,” ujarnya, ”saya dididik bahwa kita harus hidup for others, untuk orang lain.”
Sesungguhnya, Agus tak hanya menyadarkan kita tentang koro sebagai bahan baku alternatif tempe, tetapi juga tentang makna kehidupan.
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...