Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 08:57 WIB | Kamis, 25 Februari 2016

“Air itu Perkasa, Manusia Lemah”

Fernando Enns di Yerusalem. (Foto: WCC/Peter Kenny)

SATUHARAPAN.COM – Saat merenungkan Tujuh Pekan untuk Air, Teolog Fernando Enns mengungkapkan keperkasaan air. Dalam konteks Jerman, ia teringat puluhan ribu pengungsi yang datang ke negaranya karena melarikan diri dari konflik Suriah yang harus menghadapi keperkasaan air.

“Menyambut para pengungsi ini, Anda menyadari kekuatan yang dimiliki air yang melanda perjalanan mereka ke pantai tempat kita harus menyambut mereka,” kata Profesor Enns, direktur Teologi Perdamaian Gereja di Universitas Hamburg.

Kekuatan air yang mendorong orang-orang ini melarikan diri dari konflik dan bahkan dengan menembus yang terdapat di air itu sendiri. Ini terlihat dalam diri para pengungsi yang transit melalui Yunani dalam perjalanan mereka ke utara.

Kekuatan air dicontohkan dalam kisah tragis Aylan Kurdi, anak Suriah berusia tiga tahun yang tenggelam pada tahun 2015. Ia berusaha menyeberangi Turki ke Yunani, kata Enns.

Dia melanjutkan, “Para pengungsi mengambil apa saja yang tersedia bagi mereka untuk melarikan diri dari kesusahan konflik dan keputusasaan. Mereka mencari tempat dengan kesempatan hidup yang lebih baik.”

“Bahaya yang mereka hadapi di laut yang bergolak merupakan indikator kekuatan keperkasaan air,” kata teolog Mennonite yang lahir di Brasil dan pindah ke Jerman pada usia 10 itu.

Pada tahun 2016, peringatan Tujuh Pekan untuk Air yang diinisiasi Jaringan Air Ekumenis (Ecumenical Water Network) Dewan Gereja Dunia (The World Council of Churches/WCC) dimulai seperti biasa di awal Pra-Paskah.

Peringatan ini terkait dengan Ziarah Keadilan dan Perdamaian WCC dengan fokus 2016 regional di Timur Tengah dan referensi khusus ke Palestina.

Sebagai seorang anggota Komite Sentral WCC dan co-moderator dari Kelompok Acuan WCC pada Ziarah Keadilan dan Perdamaian, Enns mengatakan bahwa para pengungsi melintasi perairan, sering dalam perahu sederhana. Ini menjadi ancaman bagi mereka dalam menemukan lagi jalan harapan mereka untuk kehidupan yang lebih baik.

“Dunia harus belajar untuk hidup berdampingan dengan air. Karena kita manusia bukanlah pemilik air. Air adalah bagian dari jaringan kehidupan,” kata teolog Perdamaian Gereja itu.

Dia mengamati, “Menyalahgunakan kekuatan air adalah diskriminasi terhadap manusia. Ini seperti hal di wilayah-wilayah pendudukan di Palestina. Penyalahgunaan air adalah dosa!”

Ambivalensi dalam hal air menjadi tantangan kemanusiaan ini mengajar kita untuk memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan, Enns menegaskan. Air adalah karunia Allah yang menguntungkan semua. Dan, kita dipanggil untuk memanfaatkannya secara bertanggung jawab. (oikoumene.org)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home