Air Mata untuk Sang Wali Kota
Kepemimpinan Geng yang tegas dalam pembangunan membuat sejumlah pihak di komite pemerintahan gerah.
SATUHARAPAN.COM - Pada tahun 2007 kota Datong, di Provinsi Shanxi, Tiongkok, berada pada urutan 115 dari 117 kota dengan udara paling kotor. Kota berpopulasi 3,5 juta jiwa ini hidup dari industri batubara yang menghasilkan uang dan sekaligus polutan pekat bagi udara. Karena itu, Datong pun bergelar ‘"ibu kota batubara Tiongkok.’’
Datong sebenarnya tumbuh sebagai ibu kota dinasti Wei yang berkuasa di Tiongkok Utara pada abad ke-16. Kota itu kaya dengan bangunan sejarah dan budaya, termasuk gua Buddha yang dibangun sekitar tahun 400. Tetapi, pembangunan tidak memperhatikan peninggalan budaya; dan warisan dinasti Wei pun terbengkalai.
Pada tahun 2008 Geng Yanbao (54 tahun) dipilih menjadi Wali Kota Datong dan menawarkan perubahan kota itu sebagai kota wisata. Dia berpikir, batubara selain menjadi biang pencemaran udara, pastilah suatu saat akan berakhir. Dan dengan ambisi besar dia mengubah wajah kota Datong dengan merevitalisasi peninggalan budaya.
Geng bekerja dengan keras, hingga istrinya memprotes, karena bekerja 18 jam sehari. Dia memindahkan beribu-ribu penduduk dari kawasan bangunan kuno ke perumahan baru. Dia bekerja tegas: kontraktor yang tidak memenuhi target kerja, dan memperlambat pemindahan warga, dipecat dan diganti kontraktor yang bertanggung jawab. Pejabat di kantor wali kota yang korup, tak perlu waktu lama untuk diminta keluar atau dipecat.
Geng pun menjadi wali kota yang populer karena mengubah Datong menjadi kota wisata dan berudara lebih bersih, sehingga makin banyak turis datang. Pada tahun 2012 peringkat dalam mengatasi pencemaran udara menjadi 47 dari 120 kota. Namun, proyek pembangunan baru setengahnya selesai. Sayangnya. pada tahun 2013 komite pemerintah daerah, yang merupakan pimpinan Partai Komunis setempat, memberhentikan Geng Yanbao dari jabatannya dan dipindah menjadi wakil wali kota di kota lain.
Ketika Geng Yanbao meninggalkan gerbang kota Datong, pada Jumat 15 Februari 2013, situs chinanews.com melaporkan ribuan rakyat Datong berbaris, menangis dan memohon Geng tidak pergi. Mereka menggelar berbagai spanduk antara lain berbunyi: ‘"Datong membutuhkan Anda, jangan pergi, Wali Kota Geng!’’ Sejumlah pejabat juga menangis dalam acara perpisahan yang mendadak.
Kepemimpinan Geng yang tegas dalam pembangunan rupanya menyebabkan sejumlah pihak di komite pemerintahan menjadi gerah karena ‘"kenyamanannya’’ terganggu, kemudian berkolaborasi untuk mengeluarkan Geng dari Datong. Kasus ini terus menjadi perdebatan di sana.
Kita di Indonesia juga tengah menyongsong pemilihan kepala daerah, dan wacana perubahan dan pembangunan muncul di kalangan kandidat maupun warga. Pemimpin sering dituntut melakukan perubahan, namun banyak pihak yang sebenarnya enggan berubah. Dalam kasus Datong, awalnya rakyat pun menolak gagasan Geng, namun seiring hasil dan komitmennya mereka berubah.
Editor : Yoel M Indrasmoro
Natal dan Tahun Baru, Menag: Beri Kesempatan Umat Beribadah ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menekankan pentingnya menciptakan suasana y...