Akademisi Harap Jokowi Bangun Sektor Pendidikan Papua
WAMENA, SATUHARAPAN.COM - Seorang akademisi di Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua, Marthen Medlama mengharapkan kepemimpinan Presiden Jokowi dan kabinetnya yang baru membangun sektor pendidikan di daerahnya yang pada lima tahun lalu belum berjalan baik.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Informatika dan Teknik Komputer Jayawijaya itu di Jayawijaya Rabu (6/11) mengatakan lima tahun lalu pembangunan di Indonesia timur, khususnya Papua lebih fokus kepada infrastruktur jalan dan jembatan.
"Infrastruktur jalan dan jembatan penting, tetapi khusus bagi orang di sekitar 16 kabupaten di wilayah gunung itu membutuhkan pendidikan yang berkualitas. Bangunan sekolah yang bagus, perpustakaan yang lengkap," katanya.
Marthen mengatakan tidak ada yang salah dengan pembangunan jalan dan jembatan, tetapi harus diseimbangkan dengan pembangunan sumber daya manusia.
Ia mengatakan jika infrastruktur pendidikan seperti perbaikan fisik sekolah, penyediaan perpustakaan dan penyediaan akses internet terpenuhi barulah masyarakat Papua maju seperti daerah lain di luar Papua.
"Selama belum terpenuhi, saya rasa tidak mungkin kita maju, karena rata-rata populasi penduduk asli Papua tidak punya mobil. Kecuali mereka yang kerja di pemerintahan. Sekarang mau buka jalan untuk siapa. Itu pertanyaan sederhana. Pembukaan jalan itu positif, tetapi pemanfaatannya untuk siapa, karena kalau dibilang 3 atau 4 juta populasi asli Papua di Papua, yang punya mobil itu mungkin satu atau dua persen saja," katanya.
Ia mengharapkan pembangunan sektor pendidikan yang masih pincang, bisa diperbaiki oleh kabinet Jokowi pada lima tahun kepemimpinan, dan mengharapkan Presiden tidak percaya pembisik yang tidak mengerti konteks kePapuaan.
"Apalagi Presiden sudah angkat anak Papua khususnya Wempi Wetipo sebagai wakil menteri, beliau tahu betul kondisi di pegunungan. Beliaukan mantan bupati 10 tahun sehingga mampu memberikan masukan terkait pembangunan di wilayah pegunungan," katanya.
Dosen ini mengatakan Kementerian Riset dan Dikti juga gagal pada lima tahun lalu, sebab tidak bisa menerjemahkan visi misi Presiden, sehingga pembangunan lebih terfokus pada jalan dan jembatan dan lupa membangun manusia.
"Jadi saya anggap Kemenristikdikti lima tahun lalu gagal. Bagaiman kita punya pimpinan Bapak Doktor Suriel Mofu memberikan masukan untuk pengangkatan dosen ASN untuk ditempatkan di semua 64 PTS di Papua dan Papua Barat, tetapi kenyataan hanya diberikan janji," katanya.
Ia mengatakan upaya doktor Mofu itu mempermudah perguruan tinggi mendorong peningkatan SDM masyarakat Papua.
"Kita ingin ada pengangkatan dosen ASN di perguruan tinggi. Yayasan kecil inikan, kalau dosen ASN hadir, kami terbantu, pembiayaanya berkurang," katanya. (Ant)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...