Akademisi: Penyebar Radikalisme-Terorisme Musuh Dalam Selimut
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Akademisi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr Waryono Abdul Ghofur menyebut warga negara Indonesia yang menjadi penyebar propaganda radikalisme dan pelaku teror sebagai "musuh dalam selimut".
“Musuh dalam selimut seperti itu justru lebih repot. Mereka seolah-olah bertindak atas nama negara dan agama, padahal tindakan mereka justru ingin menghancurkan agama dan negara," kata Waryono dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, hari Jumat (22/4).
Dikatakannya, orang-orang yang terkena paham radikalisme dan terorisme perlu disadarkan. Mereka harus tahu bahwa paham itu salah.
"Mereka juga harus tahu tindakannya itu untuk membela siapa. Kalau mereka mengaku WNI, konsekuensinya mereka harus berperan menjaga keutuhan bangsa. Tapi sebaliknya, bila justru ingin menghancurkan NKRI, mereka jelas bukan orang Indonesia," kata dia.
Ia menyayangkan adanya orang Indonesia yang menjadi pengikut ISIS, bahkan mereka rela melakukan tindakan-tindakan kekerasan, termasuk bom bunuh diri, yang korbannya justru saudara sesama bangsa Indonesia.
Menurut dia, tindakan itu jelas-jelas bertentangan dengan kewajiban sebagai warga negara dalam melindungi negaranya.
"Tugas warga negara itu membela negaranya agar tetap utuh dan tidak terganggu dengan berbagai hal yang membuat negara itu hancur," kata dia.
Ia mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi perbedaan dan menghormati kemajemukan suku dan budaya sesuai dengan ideologi Pancasila.
Oleh karena itu, semua warga negara Indonesia wajib saling menghormati serta menjaga keutuhan NKRI dari berbagai gangguan, baik dari dalam maupun dari luar negeri.
"Tidak hanya pengaruh dari luar seperti ISIS, pengaruh dari dalam pun juga harus diantisipasi," kata dia.
Sebagai orang yang setiap hari bergelut dengan bidang agama Islam, Waryono mengajak semua pihak, terutama bagi para pendidik, untuk menyebarkan pemahaman agama yang benar.
Pembantu Rektor II UIN Sunan Kalijaga itu menegaskan bahwa tidak ada satu pun agama yang mengajarkan kekerasan.
"Untuk dunia pendidikan, harus dibuat kurikulum mulai dari tingkat paling bawah sampai atas, tentang cinta tanah air, bangsa, dan agama. Semua itu untuk keutuhan dan perdamaian dan kesejahteraan NKRI," kata dia.(Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...