Akar dari Semuanya adalah Hati
Bukankah negara akan lebih aman, kuat, dan maju jika penduduknya taat kepada Sang Pencipta?
SATUHARAPAN.COM – ”Cepat pulang, ada kerusuhan!” seorang teman menelepon. Tidak lama, suasana kantor menjadi kalang kabut. Tanpa diberi aba-aba kami di laboratorium berdoa bersama, ada yang kristen, katolik, muslim… membuat lingkaran, berdoa, saling berjabat tangan. Kemudian membagi tugas, seorang mengawal yang lain. ”Ini nomor telepon Bapak… kalau ada apa-apa kamu telepon saja, rumah saya di kampung besar… kamu aman di sana,”seorang office boy yang mengawal saya pulang ke tempat kos memberikan secarik kertas.
Itu adalah cuplikan kejadian yang saya alami saat kerusuhan Mei 1998. Saat itu saya mahasiswi magang di sebuah perusahaan di Jakarta. Saat para perempuan Tionghoa dijadikan target korban, teman-teman bahu-membahu melindungi saya. Demikian juga ketika seorang kerabat akan menjemput saya, seorang teman berkata, ”Kamu di sini saja, kami hampir semua muslim dan pribumi… lebih aman kamu bersama kami.”
Kejadian tersebut tentu saja kontras dengan berita yang saya tonton dan dengar di media massa saat itu. Demikian juga dengan berita tentang pembakaran gereja di Singkil beberapa hari lalu. Massa yang membakar gereja dengan sederet alasan, bahkan melukai yang lain, dan menyebabkan eksodusnya warga Kristen dari wilayah tersebut dengan alasan perbedaan. Bagaimana mungkin hal tersebut dapat terjadi di negara yang dalam undang-undang dasarnya menjamin kebebasan beribadah?
Akar dari semuanya adalah hati. Bukan agama, suku, ras, atau sejenisnya. Kita tidak dapat mengatasnamakan suatu kelompok atau agama untuk menyalahkan adanya tindakan kekerasan terhadap kelompok atau agama yang lain.
Sudah menjadi rahasia umum umat Kristen mengalami kesulitan dalam pengurusan IMB gereja di negara ini. Terkadang tidak masuk di akal, mengapa untuk beribadah kepada Sang Khalik harus dipersulit, bukankah itu adalah hal yang paling hakiki? Bukankah agama mengajarkan kebaikan, untuk taat aturan, tidak korupsi, membela negara, mengasihi sesama, dan sebagainya. Bukankah negara akan lebih aman, kuat dan maju jika penduduknya taat kepada Sang Pencipta?
Kembali lagi kepada hati, itulah yang terjadi. Untuk itu marilah kita menjaga hati kita, karena hati tidak ubahnya dengan sumber air yang mengalir. Dan sumber air yang jernih akan menghasilkan aliran alir yang jernih, demikian pula sebaliknya.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...