Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 15:31 WIB | Senin, 08 Juni 2015

Akelaras Penggiat Dunia Penangkaran Peraih Kalpataru 2015

Akelaras penggiat dunia penangkaran peraih Kalpataru 2015. (Foto: aspentasu.com)

SATUHARAPAN.COM – "Yang saya lakukan sepertinya itu rahmat, dan kodrat saya, saya enggak mikir dapat hadiah," kata N. Akelaras ketika diajak berdialog oleh Jokowi Presiden RI, pada waktu menerima penghargaan Kalpataru 2015, di Bogor Jumat (5/6), yang dikutip dari Kompas.com.

Akelaras adalah  warga Desa Bangunsari, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara (Sumut), yang telah meraih penghargaan Kalpataru 2015, Kategori Perintis Lingkungan. Ia merupakan pejuang lingkungan hidup dari Kelurahan Bangun Sari, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Akelaras, yang bekerja sebagai penangkar tanaman pada UD Tani Mas Tanjung Morawa, Sumut, telah membina masyarakat di tepi hutan Deli Serdang, dan membuat kelompok-kelompok untuk melakukan pembuatan bibit tanaman keras seperti mangga, manggis, dan lain-lain.

Selama bertahun-tahun, dia memberikan pinjaman bibit pohon pada warga di sekitar wilayah Aceh, Deli Serdang, dan Riau. Warga kemudian membayar setelah bibit tersebut berhasil dipanen.

"Bibit pohon, khususnya pohon keras, pohon mangga. Saya rasa (jumlahnya) sudah jutaan," kata Akelaras. Saat ditanya arti Kalpataru oleh Jokowi, Akelaras mengaku tidak memahaminya. Akelaras hanya ingin berbuat sesuatu untuk lingkungan dan menikmatinya.

Akelaras, lahir tanggal 27 Juli 1942 di Cot Girek Kecamatan Lhok Sukon Aceh Utara. Ayahnya Mudjiono adalah kuli Kontrak di Kebon Cot Girek . Ia menyelesaikan pendidikan Sekolah Teknik Menengah tahun 1965. 

Pada tahun 1985, Akelaras membentuk kelompok kerja Tani Mas di Tanjung Morawa, dan membina masyarakat dan penangkar, tentang cara penangkaran yang baik dan benar.  Kelompok kerja itu telah banyak membina, dan menghasilkan penangkar penangkar baru. Saat ini Desa Bangun Sari merupakan penghasil penangkar tanaman terbesar di Sumatera Utara,  dengan lebih dari 100 Penangkar dalam satu desa. 

Kemudian tahun 1990, ia memfokuskan pada  pembinaan masyarakat perdesaan yang lebih fokus kepada 6 Kabupaten yaitu : Langkat,Tanah Karo, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun dan memberikan pelatihan kepada masyarakat desa untuk ilmu rekayasa tanaman dan kultur jaringan. Hal ini menjadikan Sumatera Utara sebagai salah satu pusat penangkar tanaman di Indonesia, dengan 6 Kabupen terbesar penghasil penangkar tanaman.

Tahun 2004, bekerja sama dengan Forum DAS Wampu menanam 50.000 Tanaman hutan seperti mohoni, pakam dan pohon hutan lindung lainnya di tepi sungai Bahorok Wampu sepanjang 25 Km,  untuk rehabilitasi pasca banjir bandang yang menimpa Bahorok pada tahun 2003

Pada tahun 1998 hingga 2004, Ia  membina dan melatih masyarakat beserta membantu penghijauan pada 15 Kabupaten di sekitar ekosistem Leuser provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam, dan bekerja sama dengan Unit Management Leuser ( UML), yang telah manjalin hubungan dengan European Union Funded Consultants. Program ini bertujuan untuk mengelola dan menjaga Ekosistem Leuser seluas 2.6 Juta hektar, yang diharapkan menjaga keseimbangan alam, satwa dan manusia.

Dari tahun 2005 hingga saat ini, ia membentuk kelompok-kelompok tani pada beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam, bekerjasama dengan NGO Keumang, Bantuan Pembangunan Internasional Amerika (USAID), dan  lembaga milik pemerintah Jerman yang bertugas membantu negara-negara berkembang (GTZ), pasca bencana tsunami yang menimpa Aceh dan sekitarnya .(kompas.com/ aspentasu. com)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home