Akibat Pandemi, Jam Kerja Global Turun Setara 400 Juta Pekerja
SATUHARAPAN.COM-Krisis pandemi virus corona telah mengambil korban jauh lebih banyak pada pekerjaan daripada yang diprediksi sebelumnya, kata organisasi buruh PBB hari Selasa (30/6), memperingatkan bahwa situasi di Amerika sangat mengerikan.
Dalam sebuah studi baru, Organisasi Buruh Internasional (ILO) memperkirakan bahwa pada pertengahan tahun, jam kerja global turun 14 persen dibandingkan Desember lalu, setara dengan kehilangan sekitar 400 juta pekerjaan penuh waktu.
Itu lebih dari dua kali lipat angka yang diperkirakan oleh organisasi PBB itu pada bulan April, ketika diperkirakan 6,7 persen jam kerja akan hilang pada akhir triwulan kedua tahun ini. Ini juga jauh lebih tinggi dari perkiraan ILO pada akhir Mei, ketika memperkirakan 10,7 persen jam kerja global akan hilang selama periode tersebut.
"Situasi semakin memburuk. Krisis pekerjaan semakin dalam," kata ketua ILO, Guy Ryder. "Kita belum melalui ini," dia memperingatkan.
ILO mengatakan angka-angka baru mencerminkan situasi yang memburuk di banyak daerah dalam beberapa pekan terakhir, terutama di negara berkembang. Dan laporannya menunjukkan bahwa 93 persen pekerja dunia tinggal di negara-negara yang masih dipengaruhi oleh penutupan tempat kerja, dengan Amerika mengalami pembatasan terbesar.
Terburuk di Dunia
Amerika Serikat dan Amerika Latin saat ini adalah daerah yang paling parah dilanda pandemi, yang telah menewaskan lebih dari 500.000 orang di seluruh dunia dan menginfeksi lebih dari 10 juta.
Tingkat penularan yang melonjak di Amerika Serikat, yang menyumbang seperempat dari semua infeksi dan kematian secara global, dan di negara-negara seperti Brasil, yang menyumbang lebih dari 1,3 juta kasus, telah memukul pasar tenaga kerja dengan keras.
Krisis ini "sangat menghantam Amerika, di mana kita melihat hilangnya pekerjaan sebagai yang terburuk di dunia," kata Ryder.
Secara keseluruhan, Amerika kehilangan lebih dari 18 persen jam kerja selama kuartal kedua, setara dengan 70 juta pekerjaan penuh waktu, kata ILO.
Amerika Selatan telah mengurangi 20,6 persen dari seluruh jam kerja, sementara Amerika Utara telah melihat jam kerjanya turun 15,3 persen, kata hasil penelitian.
Sebagai perbandingan, Eropa, negara-negara Arab, dan sebagian besar Asia menghadapi jam kerja berkurang sekitar 13 persen, sementara di Afrika turun sekitar 12 persen di Afrika.
Wanita Paling Terpukul
Krisis itu juga memukul perempuan lebih keras, mengancam kemajuan selama beberapa dekade, kata Ryder. Perempuan lebih mungkin berada di sektor yang paling terkena dampak krisis dan mereka juga menanggung sebagian besar beban tambahan yang diakibatkan oleh penutupan sekolah dan fasilitas perawatan.
"Semua bukti menunjukkan bahwa perempuan memikul lebih berat daripada laki-laki," katanya, dan krisis berisiko memperparah ketidaksetaraan jender di tempat kerja.
ILO melukis tiga skenario yang mungkin untuk paruh kedua tahun ini, dan skenario yang paling pesimistis mengasumsikan gelombang kedua pandemi yang memperlambat pemulihan secara signifikan. Jam kerja global masih akan menjadi 11,9 persen (setara dengan 390 juta pekerjaan) lebih rendah pada akhir tahun dibandingkan pada akhir 2019, kata studi tersebut.
Skenario paling optimis, yang mengasumsikan pemulihan cepat, masih akan melihat hilangnya 1,2 persen tahun-ke-tahun dari jam kerja global yang setara dengan 34 juta pekerjaan. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Perayaan Natal di Palestina Masih Dibatasi Tahun Ini
GAZA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal di Palestina tahun ini hanya sebatas ritual keagamaan, mengin...