Akibat Skandal Suap, PBB Perketat Pengawasan Keuangan
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merekomendasikan perubahan pengawasan keuangan kantor Presiden Majelis Umum menyusul skandal suap yang melibatkan salah satu mantan pemimpinnya.
Pihak berwenang Amerika Serikat menuduh, John Ashe, atas penipuan pajak pada bulan Oktober, dan mencurigai dia menerima lebih dari satu juta dolar uang suap dari pebisnis Tiongkok yang berusaha mempengaruhi badan dunia itu.
Ashe adalah mantan duta besar Antigua dan Barbuda untuk PBB yang mengetuai Majelis Umum pada sesi ke-68 (kurun September 2013 -September 2014).
Skandal yan merusak ini mendorong Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, untuk menunjuk sebuah gugus tugas yang akan menyusun rekomendasi untuk meningkatkan transparansi di badan tersebut.
Transparansi Keuangan
Laporan yang dirilis pada hari Selasa (29/3) akan dipertimbangkan oleh majelis pada pekan depan. "Tuduhan yang melibatkan presiden, yang telah mencoreng citra dan reputasi organisasi ini, terjadi dalam lingkungan di mana ada celah yang signifikan dalam pengaturan operasional untuk presiden dan kantor itu," kata laporan itu, seperti dikutip AFP.
"Meskipun validitas kantor itu pada tingkat tinggi, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam tindakan,"agar organisasi tidak menghadapi risiko, tambahnya.
Laporan itu tidak secara khusus mengenai kasus Ashe, dan merekomendasikan 20 langkah untuk memperbaiki peraturan mengenai presiden dan kantornya.
Presiden Majelis Umum diduduki oleh pejabat yang bergiliran setiap tahun dari negara-negara anggota PBB yang berbeda. Dia bukan karyawan PBB, dan karena itu tidak tunduk pada peraturan organisasi.
Kegiatan kantor Presiden, termasuk wisata presiden, biasanya dibiayai oleh dana yang dikelola PBB dan juga dapat menerima uang tunai dan kontribusi langsung dari negara-negara anggota, LSM dan yayasan.
Kontribusi itu "dibuat atas dasar ad hoc dan pada kebijakan sendiri dari presiden," kata laporan itu. Ditambahkan bahwa PBB tidak memiliki sistem untuk melaporkan itu ke Majelis Umum.
"Sejumlah besar kontribusi semacam itu, yang tidak ada catatan resminya, diberikan langsung kepada presiden dan kantornya oleh donor," kata laporan itu.
Majelis menyadari tingginya tingkat "sumber daya dikerahkan oleh presiden dari semua sumber," tambahnya.
Jika disetujui, peraturan baru akan menuntut Presiden Majelis Umum secara teratur melaporkan aktivitas dan perjalanan serta membuat laporan keuangan pada rencana perjalanan keluar kantor untuk menilai kontribusi dari luar.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...