Aksi 1000 Lilin untuk Deiyai di Berbagai Kota di Papua
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Lilin-lilin dinyalakan di Jayapura dan di Jayawijaya, -- menyusul di kota-kota lainnya di Papua --sebagai ungkapan dukacita atas penembakan oleh aparat terhadap warga sipil di Kabupaten Deiyai, yang menyebabkan seorang tewas dan beberapa orang lainnya luka-luka.
Aksi 1000 Lilin untuk Deiyai di Jayapura (Foto: Ist)
Di Jayawijaya, aksi menyalakan 1000 lilin pada hari Sabtu malam (05/08) dilakukan di halaman Kantor DPRD kabupaten Jayawijaya. Aktivis HAM Papua, Theo Hasegem, yang turut berbicara dalam acara itu mengatakan penembakan tujuh warga sipil di Deiyai, sudah menjadi pemberitaan dunia.
Ia menilai aparat yang menggunakan senjata untuk membungkam rakyat sangat keliru, karena senjata bukan milik TNI atau Polri, tetapi anggota diberikan mandat oleh rayat.
"Kalau rakyat yang ditembak artinya senjata memakan tuanya sendiri," tutur dia dalam aksi itu.
Ia menambahkan, kasus Deiyai dapat menambah alasan bagi aspirasi penentuan nasib sendiri di kalangan rakyat Papua.
"Advokasi pelanggaran HAM tidak perlu di Indonesia, tetapi kita advokasi langsung di dunia internasional," kata dia.
Acara penyalaan 1000 lilin dai Jayawijaya diisi dengan pujian dan ibadah.Ibadah dipimpin oleh Pendeta Yoram W. Yogobi, yang antara lain menekankan bahwa setiap manusia adalah ciptaan Allah yang mulii sehingga diciptakan bukan untuk saling membunuh, menganiaya dan bukan untuk saling membenci.
Sejumlah aktivis HAM juga melakukan aksi serupa di Jayapura pada hari Minggu (08/08). Aksi tersebut merupakan ekspresi duka dan kecaman atas penembakan yang dilakukan aparat Kepolisian terhadap warga sipil di Deiyai, Papua, 1 Agustus lalu.
Selanjutnya, aksi 1000 lilin direncanakan akan berlangsung di Manokwari dan secara serentak di seluruh Papua pada hari Rabu (09/08).
Manakala media arus utama di Tanah Air tidak terlalu antusias memberitakan kasus penembakan tersebut, media luar negeri justru sambung-menyambung melansir peristiwa berdarah tersebut.
"Berita kematian adik saya telah mendunia, hentikan kejahatan di Papua," kata Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Adiknya yang dimaksud adalah Yulianus Pigai, korban yang tewas oleh penembakan aparat di Deiyai. Yulianus Pigai bukan adik kandung Natalius, melainkan adik karena satu marga.
Kecaman dan kutukan terhadap penembakan tersebut berdatangan dari berbagai pihak, mulai dari gereja Katolik maupun Protestan, Komnas HAM dan aktivis HAM lainnya.
Markus Haluk, aktivis HAM Papua yang juga anggota tim kerja United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), dalam ungkapan dukacitanya menekankan, apa yang terjadi di Deiyai merupakan cermin dari pelanggaran HAM yang sudah berlangsung selama 56 tahun. "Indonesia telah dan terus melakukan Pelanggaran HAM pada rakyat bangsa Papua yang berakibat pada terjadi proses genosida," kata dia.
Ia menyerukan kepada negara-negara anggota Dewan HAM PBB melakukan sidang khusus untuk membentuk Tim Investigasi independen guna menyelidiki indikasi terjadinya genosida pada rakyat bangsa Papua sejak 1963-2017.
Ia juga menyerukan solidaritas rakyat dari Pasifik (Melenesia, Polinesia, Micronesia, Australia), rakyat Indonesia, Asia, Eropa, Amerika, Amerika Latin, Afrika, Carribea bagi penyelamatan sisa 1,5 juta manusia Papua.
Editor : Eben E. Siadari
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...