Konferensi JAII ke-8 Rekomendasikan 8 Hal kepada Jokowi
BANDUNG, SATUHARAPAN.COM - Beberapa tahun terakhir ujaran kebencian, intimidasi, dan kekerasan atas nama agama telah menyebabkan polarisasi masyarakat melalui sentimen suku, agama, ras atau etnis dan antargolongan (SARA). Dunia pendidikan dari usia dini sampai jenjang universitas banyak dikuasai kelompok intoleran. Demikian juga ruang-ruang publik lainnya yang terus dimasuki kekuatan-kekuatan yang tidak menghargai dan menghormati keberagaman bangsa ini. Lebh ironis lagi, kelompok radikal semakin terkonsolidasi dengan aksi-aksinya yang agresif dan meluas seperti kasus-kasus persekusi yang menarget warga yang berbeda pandangan keagamaan dan etnis.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, Konferensi Jaringan Antar Iman Indonesia (JAII) VIII yang bertema "Memperteguh Indonesia sebagai Negara dan Bangsa yang Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945" digelar di Bandung, 3 - 5 Agustus 2017 dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci berbagai agama, keyakinan atau kepercayaan yang berasal dari Papua, Maluku, NTT, NTB, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Jawa, Sumatera sampai Aceh. Mengingat radikalisme dan kekerasan atas nama agama disebabkan oleh banyak faktor, bukan hanya keyakinan, maka Konferensi JAII VIII menggali dan mencari jalan keluar bersama terkait isu ihwal peran dan fungsi negara atau pemerintah dalam menghormati dan melindungi hak-hak beragama dan menjalankan ibadah; pendidikan; traficking, serta sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Dari proses bersama di atas, Konferensi JAII VIII di Bandung, merekomendasikan sikap dan tuntutan penting sebagai berikut:
1. Pemerintahan Joko Widodo–Jusuf Kalla (Pemerintah) perlu memberikan jaminan perlindungan terhadap hak-hak beragama dan berkeyakinan atau berkepercayaan segenap warga sebagai upaya penghormatan terhadap HAM dan keberagaman;
2. Pemerintah perlu serius dalam menjalankan agenda Nawa Cita seperti melakukan penghapusan aturan-aturan yang diskriminatif;
3. Pemerintah agar serius mengupayakan tindakan pencegahan trafficking dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap para pelaku termasuk pemulihan psikososial bagi para korban trafficking;
4. Pemerintah harus tegas menegakkan hukum bagi semua pelaku perusak sumber daya alam dan lingkungan, serta melakukan usaha pemulihan kerusakan lingkungan seperti dengan melakukan reboisasi;
5. Pemerintah perlu melakukan upaya perlindungan berkelanjutan sumber daya alam secara sistematis dan terukur sebagai penyangga kehidupan masyarakat;
6. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu lebih serius dalam membangun sistem pendidikan yang menangkal radikalisme dan menyusun kurikulum yang menghidupkan penghormatan terhadap perbedaan serta membersihkan materi-materipembelajaran yang diskriminatif;
7. Mengajak seluruh tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil lintas-iman untuk saling bekerjasama dalam melawan radikalisme dan meneguhkan Indonesia sebagai negara dan bangsa yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
8. Mengajak masyarakat agar lebih banyak mengabarkan praktik-praktik baik dan inspiratif kehidupan beragama dan berkeyakinan yang penuh penghormatan dan kehidupan harmoni antar-iman, baik melalui media massa maupun media sosial. (PR)
Editor : Eben E. Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...