Loading...
FOTO
Penulis: Dedy Istanto 18:58 WIB | Kamis, 12 Juni 2014

Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98

Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Ruyati Darwin salah satu orangtua yang mencari seorang anaknya yang hilang dalam tragedi kerusuhan Mei 1998 saat ikut aksi "Kamisan" yang menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuka kembali kasus kemanusiaan di Pengadilan Hak Azasi Manusi (HAM) ad hoc. Dalam aksinya sejumlah aktivis HAM menyampaikan hal tersebut melalui surat permohonan untuk Presiden SBY di Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (12/6) (Foto-foto : Dedy Istanto).
Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Aksi "Kamisan" menggelar foto-foto para korban yang hilang sampai dengan sekarang pada peristiwa kerusuhan bulan Mei tahun 1998.
Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Salah satu aktivis HAM dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mengikuti aksi "Kamisan" yang digelar di seberang Istana Negara.
Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Istri mendiang almarhum aktivis HAM Munir, Suciwati saat ikut dalam aksi "Kamisan" di seberang Istana Negara menuntut agar kasus kemanusiaan kembali dibuka.
Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Salah satu peserta aksi saat menggelar aksi "Kamisan" di seberang Istana Negara yang menuntut Presiden SBY untuk membuka kembali kasus kemanusiaan di Pengadilan HAM ad hoc.
Aksi "Kamisan" Minta SBY Buka Kembali Kasus Kemanusiaan 98
Koordinator KontraS Haris Azhar (kiri) bersama dengan istri mendiang Munir, Suciwati (kanan) saat menggelar aksi "Kamisan" di seberang Istana Negara menuntut Presiden SBY untuk membuka kembali kasus kemanusiaan yang terjadi pada tahun 1998.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Aksi “Kamisan” yang digelar oleh sejumlah aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuka pintu penyelesaian Tragedi Kemanusiaan Tahun 1998.

Aksi yang tergabung dalam Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) di gelar di seberang Istana Negara Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (12/6) menuntut agar kasus tindak kekerasan dan penculikan tahun 1998 tersebut kembali dibuka. Hal ini terkait dengan pemberitaan yang akhir-akhir ini mencuat di media massa tentang beredarnya dokumen Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang berisi pemberhentian/pemecatan Letnan Jenderal (Letjen) Prabowo Subianto. Serta pernyataan Jenderal (Purn) Agum Gumelar yang mengatakan ada keistimewaan yang didapatkan oleh Letjen Prabowo kala itu, karena dirinya merupakan menantu Presiden Soeharto.

Melihat hal tersebut JSKK menuntut agar Presiden SBY membuka kasus diantaranya Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II, penghilangan orang secara paksa dan kerusuhan pada tanggal 13 sampai 15 Mei 1998 di Pengadilan HAM ad hoc. Tuntutan tersebut disampaikan melalui sebuah surat yang diserahkan kepada petugas Istana Negara untuk selanjutnya disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home