Aksi Tahun Baru, Ribuan Warga Hong Kong Unjuk Rasa Tuntut Demokrasi Nyata
HONG KONG, SATUHARAPAN.COM - Ribuan warga Hong Kong melakukan unjuk rasa pada hari Rabu (1/1) menuntut supaya warga diberi hak suara yang lebih besar dalam menentukan pemimpin masa depan mereka. Warga Hong Kong mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pemerintah China akan membatasi reformasi politik yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Seorang pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan Demokrasi akan menang sambil bernyanyi dan meneriakkan slogan-slogan melawan pemerintah kota. Demonstrasi ini berlangsung kurang dari satu bulan setelah dimulainya sebuah konsultasi publik resmi tentang sistem pemilu untuk masa depan Hong Kong.
"Karena kita adalah warga negara Hong Kong, kita harus memilih," kata Sharon Tang, seorang pekerja administrasi berusia 49 tahun di sebuah perusahaan perdagangan. Dia menambahkan bahwa penduduk bekas koloni Inggris memiliki kecerdasan untuk memilih pemimpin masa depan mereka.
Pengunjuk rasa lainnya membawa spanduk bertuliskan "Perubahan tidak datang jika tidak diperjuangkan", dengan poster besar yang menggambarkan pemimpin kota Leung Chun-ying dengan telur menempel di kepalanya.
Para demonstran meninggalkan Victoria Park - masih dinamai raja Inggris abad ke-19 yang merebut Hong Kong dari China - menuju distrik pusat bisnis keuangan untuk melanjutkan aksinya.
Demonstrasi bertujuan supaya pemerintahan Hong Kong tetap berjalan seperti biasa dan supaya pemerintah China tahu bahwa warga Hong Kong mengerti apa yang sebenarnya dibutuhkan dan menginginkan demokrasi yang nyata", kata Johnson Yeung koordinator demonstrasi dan ketua Front Hak Asasi Manusia kepada AFP.
Warga Hong Kong selama ini merasakan hak dan kebebasan yang tidak dialami warga di China daratan meskipun Hong Kong sudah kembali ke kedaulatan China sejak tahun 1997.
Hong Kong memiliki pemerintah sendiri dan sistem hukum di bawah status semi otonom, dan Beijing telah berjanji bahwa warga Hong Kong akan dapat memilih pemimpin mereka berikutnya pada tahun 2017.
Di bawah sistem saat ini, seorang pemimpin Hong Kong dipilih oleh sebuah komite beranggotakan 1.200 orang yang pro Beijing.
Tetapi muncul banyak kekhawatiran bahwa China akan mengendalikan pilihan kandidat untuk mengamankan terpilihnya orang yang pro Beijing.
Johnson Yeung mengatakan ia melihat selama tahun ini dalam perdebatan atas sistem demokrasi masa depan kota ini sebagai "pertempuran" yang harus dimenangkan.
Demonstrasi ini akan memberikan PKC (Partai Komunis China) pesan yang jelas bahwa jika anda tidak memberi kita demokrasi yang sesungguhnya, akan ada tindakan langsung dari masyarakat " kata dia.
Meniru aksi protes dengan menduduki instansi vital pada tahun 2011 di kota-kota seperti New York dan London, beberapa aktivis mengancam akan mengambil alih jalan-jalan di kawasan bisnis Hong Kong untuk memaksa para pejabat supaya menjamin sistem pemilu yang adil.
Sebuah aksi "New Year Referendum Sipil" juga dilakukan di Victoria Park dan melalui Internet pada hari Rabu (1/1), yang berhasil mengumpulkan sekitar 50.000 peserta.
Jajak pendapat itu menanyakan pada warga Hong Kong tentang apa yang lebih disukai mereka dalam bagaimana calon pemimpin harus dipilih di masa depan.
Sering muncul protes di kota berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa ini, karena ketidakpuasan atas meningkatnya harga perumahan, kesenjangan antara yang kaya dan miskin meningkat dan lambatnya kemajuan menuju demokrasi penuh.
Pemimpin Hong Kong saat ini, Leung Chun-ying mendapat peringkat popularitas yang sangat rendah yaitu 42 persen menurut survei Desember oleh Universitas Hong Kong. (channelnewsasia.com)
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...