Aktivis Greenpeace Kecam Pembangunan Reaktor Nuklir di Prancis dan Korea Selatan
PRANCIS, SATUHARAPAN.COM – Aktivis Greenpeace mengamankan dan menaiki pembangkit tenaga nuklir Tricastin. Mereka membentangkan spanduk yang bertuliskan “bencana nuklir Tricastin : Presiden harus bertanggung jawab terhadap bencana tersebut”.
Aktivis Greenpeace lainnya menghancurkan projek pembangunan pabrik nuklir dari Presiden Prancis, Hollande, dan mereka meminta untuk ditutupnya 20 reaktor nuklir di negara itu pada tahun 2020 sesuai dengan janji Presiden negara tersebut untuk memangkas tenaga nuklir dari tiga perempat menjadi setengahnya pada tahun 2025.
Menghentikan projek pembangunan pembangkit tenaga nuklir tersebut merupakan cara yang baik, kata mereka. Ada beberapa pabrik reaktor nuklir yang ditemukan di Prancis dan di seluruh dunia.
Di Korea Selatan, Greenpeace telah melakukan pemantauan terhadap bahaya energi nuklir di sana. Rabu (10/7) silam para pendaki menaiki jembatan gawangan di Busan dan memberitahu masyarakat Korea bahwa pembangkit tenaga nuklir di Gori dapat menimbulkan risiko yang besar bagi orang-orang yang tinggal di dekatnya.
Senin (15/7) kemarin, Rainbow Warrior melakukan pemantauan terhadap pabrik nuklir serta fasilitas tertuanya di negara tersebut. Dan mereka membentangkan spanduk yang bertuliskan: "Chernobyl, Fukushima, Busan?"
Ini merupakan momok bagi Chernobyl dan Fukushima dengan adanya kebocoran Three Mile Island Windscale dan banyaknya kecelakaan nuklir serta radiasi yang ditimbulkan.
Radiasi tersebut mempengaruhi kesehatan orang. Energi nuklir tidak aman dan tidak praktis. Radiasi nuklir tidak hanya berisiko terhadap kesehatan, tetapi secara ekonomi pembangunan reaktornya pun tidak efisien.
Tricastin adalah salah satu reaktor nuklir yang ditentang oleh para aktivis Greenpeace sampai saat ini, dan reaktor tersebut dapat menimbulkan risiko kecelakaan yang sangat tinggi.
Reaktor Gori di Busan, diduga masih adanya indikasi risiko yang tinggi terhadap kesehatan. Hal ini merupakan kurang adanya tranparansi oleh industri energi nuklir terhadap kebijakan keamanan terhadap lingkungan.
Dalam beberapa tahun terakhir industri energi nuklir Korea Selatan melakukan tindakan korupsi dalam penerapan regulasinya. Selain itu adanya kolusi di antara pejabat negara dan pakar energi nuklir, hal yang sama juga merupakan salah satu penyebab terjadinya insiden Fukushima.
Menurut Profesor Bradford, adanya kesenjangan antara retorika dan realita mengenai nuklir yang merupakan hambatan mendasar untuk membuat suatu kebijakan energi selama setengah abad ini. Keputusan kebijakan secara bijaksana tidak diserahkan kepada pembuat kebijakan, pemimpin industri atau bahkan sekelompok kecil di Prancis atau Korea Selatan. Tetapi hal itu merupakan sikap kita dalam menggunakan energi yang aman bagi kesehatan diri sendiri dan planet Bumi kita ini. (greenpeace.org)
Editor : Sabar Subekti
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...