Aktivis Minta Arab Saudi Bebaskan Jurnalis Pendukung Hak Perempuan Mengemudi
ARAB SAUDI, SATUHARAPAN.COM – Organisasi hak asasi manusia menyerukan agar aparat keamanan Arab Saudi membebaskan seorang jurnalis yang mendukung diakhirinya larangan perempuan untuk mengemudi.
Pejabat keamanan juga diminta berhenti melecehkan dan mencoba mengintimidasi aktivis dan perempuan yang menentang larangan tersebut, kata Human Right Watch (HRW), Rabu (30/10). Hal ini berkaitan dengan kampanye menentang larangan mengemudi bagi perempuan di Arab Saudi pada 26 Oktober lalu.
Aktivis lokal melaporkan bahwa lebih dari 50 perempuan bergabung dalam aksi menentang larangan mengemudi. Demikian menurut pesan dari para perempuan yang mengunggah video ke situs YouTube yang menunjukkan mereka mengemudi mobil.
Pemerintah Arab Saudi sedang membalas dendam terhadap orang-orang yang menginginkan hak yang sangat dasar bagi perempuan, hak untuk mendapatkan izin mengemudi dan kebebasan untuk bepergian, kata Joe Stork, Wakil Direktur HRW Timur Tengah.
“Pihak berwenang harus mengakhiri larangan mengemudi dan berhenti melecehkan orang untuk mendukung hak-hak perempuan,” kata dia.
Pada Minggu (27/10), Departemen Investigasi Kriminal, Kementerian Dalam Negeri Mesir, menangkap Tariq al-Mubarak, seorang guru sekolah menengah dan kolumnis surat kabat berbahasa Arab Asharq al- Awsat, yang berbasis di London, Inggris.
Dia ditanyai tentang dukungannya pada kampanye menentang larangan mengemudi, kata aktivis. Anggota keluarga al-Mubarak mengatakan bahwa polisi menahannya tanpa akses bagi keluarga dan penasihat hukum.
Al-Mubarak secara aktif mendukung kampanye hak mengemudi bagi perempuan. Pada tanggal 6 Oktober, dia menerbitkan dalam sebuah kolom di Asharq al-Awsat tulisan berjudul "Perempuyan di Teluk... Waktu untuk Perubahan." Kolom itu mengkritik larangan mengemudi, dan di sebutkan sebagai contoh diskriminasi terhadap perempuan.
Sehari sebelumnya, menurut situs berita Saudi al-Sabq, polisi menghentikan 18 perempuan yang mengemudi di berbagai daerah di negeriitu. Sementara kantor berita AFP menyebutklan ada 16 perempuan yang didenda.
Seorang juru bicara polisi wilayah Riyadh, Fawaz al-Miman, mengatakan bahwa polisi menghentikan perempuan yang mengemudia, dan bersama wali laki-laki, mereka menandatangani janji untuk "menghormati hukum kerajaan." Mereja juga harus membayar denda sebesar 300 real setiap orang (sepadan dengan (Rp 850.000).
Perlawanan Sejak 2011
Kampanye perempuan Arab Saudi yang bertajuk "Women2Drive” dimulai tahun 2011 yang menuntut hak perempuan untuk mengemudi. kelompok perempuan itu mengunggah video pada situs online yang menampilkan mereka tengah mengmudi kendaraan.
Aturan larangan mengemudi bagi perempuan di Arab Saudi menjadi kebijakan resmi pada tahun 1990. Selama Perang Teluk, para perempuan Arab Saudi melihat perempuan tentara Amerika Serikat mengemudi di pangkalan militer di negara mereka. Kemudian mereka mengorganisir protes terhadap pembatasan tersebut.
Puluhan perempuan Arab Saudi melaju di jalan-jalan di Riyadh konvoi kendaraan yang mereka kemudikan. Sebagai tanggapannya, pejabat menangkap mereka dan menghentikan mereka dari pekerjaan mereka. Imam Besar, sebagai otoritas keagamaan paling senior di negara itu, segera mengeluarkan fatwa yang menyatakan perempuan yang mengemudi akan mengekspos perempuan yang memancing godaan dan menyebabkan kekacauan sosial. Menteri Dalam Negeri ketika itu, Pangeran Nayef bin Abdulaziz, mengeluarkan dekrit melarang perempuan mengemudi yang didasarkan fatwa tersebut. (hrw.org)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...