Aktivitas Penerbangan di Pekanbaru Kembali Normal
PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM – Aktivitas kembali normal di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, Riau, setelah jarak pandang mulai naik, dari hanya 500 meter pada pukul 06.00 – 07.00 WIB.
Airport Duty Manager Bandara SSK II Pekanbaru, Baiquni mengatakan, saat baru dibukanya aktivitas bandara pada pukul 06.00 WIB ada beberapa jadwal kedatangan pesawat yang ditunda akibat visibilitas yang sangat minim. Begitu juga dengan jadwal keberangkatan pesawat, juga ada yang delay. "Namun sekarang aktivitas kembali normal," katanya.
Berita Antara pada Selasa (11/2) pagi menyebutkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru, menyatakan jarak pandang di Bandara Sultan Syarif Kasim II pada pukul 06.00 - 07.00 WIB berpotensi menganggu aktivitas penerbangan, mengingat normalnya di atas 1.500 meter. "Rendahnya jarak pandang itu akibat tertutup kabut asap bercampur awan fog," kata Analis BMKG Stasiun Pekanbaru, Bibin Sulianto di Pekanbaru, Selasa.
Ia mengatakan, fog merupakan awan yang berada di permukaan tanah dengan mengandung jutaan butiran air sangat kecil. Peristiwa tersebut, menurut dia, adalah dampak dari penguapan yang tidak menghasilkan hujan sehingga awan-awan penghujan turun hingga ke permukaan tanah.
Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan visibilitas atau jarak pandang maksimal pagi tadi hanya mampu menembus 500 meter. "Ditambah lagi dengan kabut asap yang merupakan dampak dari peristiwa kebakaran lahan atau hutan yang masih ada hingga saat ini," katanya.
Jarak pandang sudah meningkat di atas 700 meter setelah pukul 08.00 WIB. "Hal itu karena awan fog biasanya akan kembali naik atau hilang saat cuaca panas. Sehingga sekarang yang tersisa di permukaan bumi hanya kabut asap," dia menjelaskan.
Titik Panas Beralih ke Sumut
Dalam berita sebelumnya, BMKG Stasiun Pekanbaru menyatakan titik panas (hotspot) terbanyak di daratan Sumatera yang sebelumnya berada di Riau, pagi ini beralih ke Sumatera Utara.
"Satelit Terra dan Aqua pada pukul 05.00 WIB mendeteksi di Sumatera ada sebanyak 297 hotspot. Itu meningkat jika dibandingkan hari sebelumnya yang hanya 62 titik," Bibin Sulianto menjelaskan.
Sebelumnya, titik panas terbanyak berada di Riau. Pagi ini, di Riau hanya terdeteksi 81 titik, sementara di Sumut mencapai 140 titik yang tersebar di sejumlah wilayah kabupaten. Selebihnya berada di Provinsi Aceh sebanyak 67 titik, Kepulauan Riau tiga titik, dan terakhir di Sumatera Barat juga tiga hotspot.
Dia mengaku tidak mengetahui secara pasti penyebab bermunculannya banyak titik panas di daratan Sumut. "Yang pasti, tidak ada kaitannya dengan Sinabung (letusan Gunung Sinabung)," katanya.
Satelit Terra dan Aqua, menurut penjelasan Bibin, merupakan satelit pendeteksi panas bumi yang dipercayai lebih akurat dibandingkan NOAA-18, yang sebelumnya sempat menjadi rujukan BMKG Stasiun Pekanbaru. Satelit Terra dan Aqua mendeteksi panas bumi yang diindikasi sebagai kejadian kebakaran lahan dari suhu udara sekitar 42 hingga 47 derajat celsius.
NOAA, menurut dia, hanya menyimpulkan titik panas dengan pendeteksian suhu udara berkisar 37 hingga 42 derajat celsius. "Pada Satelit Terra dan Aqua juga ada pembagian tingkat kepercayaan 80 hingga 100 persen (peristiwa kebakaran lahan). Sementara NOAA belum pada tahapan itu," katanya. (Ant)
Editor : Sotyati
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...