Amnesti Internasional: Presiden Harus Bebaskan Tajul Muluk
SATUHARAPAN.COM – Amnesty International mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membebaskan segera dan tanpa syarat pemimpin komunitas Syiah, Tajul Muluk yang telah 2 tahun dipenjara atas tuduhan penodaan agama. Amnesti Iinternasional mendasarkan seruan pada alasan Tajul Muluk adalah tahanan nurani (prisoner of conscience) yang menjalani hukuman penjara karena mengekspresikan hak asasinya untuk kebebasan berkeyakinan, bernurani, dan beragama dan juga haknya untuk beropini dan berekspresi secara damai, hal ini menurut Amnesti Iinternasional berlawanan dengan kewajiban Indonesia di bawah Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), tentang perlindungan hak-hak individu atas kebebasan berkeyakinan, bernurani, dan beragama dan jaminan hak atas kebebasan beropini dan berekspresi.
Demikian disampaikan dalam pernyataan public yang dikeluarkan oleh kantor Amnesti Internasional, Kamis (17/6), di halaman www.amnesty.org.
Pengadilan Tajul Muluk
Tajul Muluk saat ini sedang menjalani masa tahanan empat tahun atas penodaan agama di bawah Pasal 156(a) KUHP. Pada 29 Desember 2011, Tajul Muluk diusir secara paksa bersama lebih dari 300 orang penganut Syiah lainnya, ketika sekelompok massa anti Syiah menyerang dan membakar rumah-rumah mereka, sebuah pesantren, dan rumah ibadah penganut Syiah di Sampang, Jawa Timur.
Sebelumnya pada tanggal 1 Januari 2012, keluar sebuah fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) cabang Sampang yang menyatakan ajaran Tajul Muluk “sesat” dan pada 16 Maret 2012, Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapakan Tajul Muluk tersangka untuk kasus penodaan agama.
Tajul Muluk dihukum dua tahun penjara atas penodaan agama pada 12 Juli 2012 oleh Pengadilan Negeri (PN) Sampang. Secara khusus, PN Sampang menyatakan ia bersalah karena Tajul Muluk menyatakan bahwa Al Qur’an versi yang digunakan orang Muslim bukan merupakan kitab yang asli. Tajul Muluk menyangkal tuduhan ini.
Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 10 September 2012, hukuman Tajul Muluk kemudian ditambah menjadi empat tahun, dengan alasan Tajul Muluk telah menyebabkan “ketidakharmonisan di antara umat Muslim” dan penambahan tersebut dimaksudkan memiliki “efek jera”.
Indonesia harus hormati Kovenan ICCPR
Amnesti Iinternasional percaya bahwa tuntutan dan penghukuman terhadap Tajul Muluk berlawanan dengan kewajiban Indonesia di bawah Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) - secara khusus Pasal 18, yang melindungi hak-hak individu atas kebebasan berkeyakinan, bernurani, dan beragama; dan Pasal 19, yang menjamin ha katas kebebasan beropini dan berekspresi.
Amnesti Internasional juga mendesak pemerintah Indonesia mencabut pasal-pasal penodaan agama di KUHP dan undang-undang yang lain yang telah digunakan di Indonesia untuk memenjarakan orang untuk paling lama lima tahun, hanya karena mereka menjalankan secara damai hak-hak mereka atas kebebasan berekspresi atau beragama. Pasal-pasal ini seringkali digunakan untuk menyasar individu-individu yang menganut suatu agama atau kepercayaan minoritas.
Secara khusus, Amnesty International menyerukan kepada Presiden Yudhoyono untuk memenuhi janjinya kepada komunitas Syiah Sampang yang terusir paksa dari kampung halamannya. Komunitas ini secara paksa diusir kedua kalinya pada 26 Agustus 2012, setelah sekelompok masa anti Syiah menyerang kampung mereka. Sejak saat itu, pihak berwenang lokal telah menghalangi anggota-anggota komunitas ini untuk kembali. Mereka pertama kali pindah ke tempat penampungan sementara dengan fasilitas minim di sebuah gedung olah raga di Sampang, di mana mereka tinggal selama sepuluh bulan.
Selama tinggal di sana, mereka menghadapi intimidasi dan gangguan dari pejabat pemerintah lokal mendesak mereka untuk pindah keyakinan ke Islam Suni jika ingin kembali ke rumah mereka. Pada 21 Juni 2013, pemerintah kabupaten Sampang secara paksa memindahkan mereka ke rumah susun di Sidoarjo, Jawa Timur di mana paling tidak 168 pengikut Syiah terus tinggal di rusun Sidoharjo.
Janji Presiden SBY pada Komunitas muslim Syiah Sampang
Pada Juli dan Agustus 2013, Presiden Yudhoyono menjanjikan untuk menjamin pemulangan mereka secara aman, suka rela, dan bermartabat ke kampung mereka di Sampang dan akan membangun kembali rumah-rumah mereka dan bangunan-bangunan lainnya yang telah dihancurkan. Namun demikian, komunitas Syiah Sampang masih terusir paksa, dalam kondisi tidak menentu, dan tidak jelas masa depannya.
Dengan menyelesaikan masalah mereka, Presiden Yudhoyono akan menegaskan komitmennya untuk melindungi hak atas kebebasan berkeyakinan, bernurani, dan beragama dan meletakan landasan bagi pemerintahan yang baru untuk melindungi hak asasi dari kelompok minoritas agama secara lebih efektif di Indonesia.
Minggu ini, para anggota dan pendukung Amnesty International akan mengirimkan pesan-pesan kepada Presiden Yudhoyono menyerukan pembebasan Tajul Muluk dan mengingatkan akan janjinya kepada komunitas Syiah Sampang yang terusir paksa di Jawa Timur.
Serikat jurnalis untuk Keberagaman (SejuK) dalam himbauannya menganjurkan gerekan yang mendesak presiden SBY melalui media sosial dengan hastag #Right2Belief, seperti berikut:
@SBYudhoyono Jangan dikenang karena janji yang tak terpenuhi – perkenankan komunitas Syiah Sampang kembali ke rumah mereka #Right2Belief
Dipenjara karena agamanya @SBYudhoyono bebaskan Tajul Muluk SEKARANG! #Right2Belief.
@SBYudhoyono Bela kebebasan beragama di Indonesia – bebaskan Tajul Muluk #Right2Belief.
@SBYudhoyono Stop kriminalisasi keyakinan – bebaskan Tajul Muluk #Right2Belief.
Editor : Bayu Probo
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...