Amnesty Internasional: Hukum Cambuk di Aceh Meningkat Tajam
JANTHO, SATUHARAPAN.COM - Lembaga HAM Amnesty Internasional, seperti dilaporkan kantor berita ABC pada hari Senin (6/6), mengungkapkan lebih dari 108 orang dihukum cambuk di Provinsi Aceh sejak tahun 2015 hingga pertengahan tahun 2016 terkait pelanggaran seperti menjual minuman keras, berjudi dan hubungan seksual di luar pernikahan.
Amnesty mengatakan terjadi peningkatan tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, meskipun sejauh ini tidak ada data resmi mengenai siapa saja yang pernah dijatuhi hukuman cambuk di sana.
Minggu lalu, ABC mengunjungi kota Jantho, Aceh untuk menyaksikan pelaksanaan hukuman cambuk terhadap enam penjudi, dan juga seorang wanita berusia 18 tahun yang dihukum karena berduaan dengan pacarnya di dalam kamar.
Menurut hukum syariah di Aceh perbuatan tersebut adalah tindakan berzinah.
Kiranti dipaksa untuk berlutut di atas panggung disaksikan massa dalam jumlah besar, untuk menerima hukuman cambuk sembilan kali dari seorang algojo.
Kiranti mendapat cambukan dari sebuah rotan panjang, dan tampak kesakitan setiap kali dicambuk. Setelah hukuman selesai, dia tampak terhuyung ketika dibantu berdiri.
Sementara pacarnya tidak dijatuhi hukuman karena masih berusia 16 tahun.
"Tindakan ini bukan untuk mempermalukan seseorang," kata Rahma Daniati, kepala polisi syariah di Aceh Besar kepada ABC.
"Ini untuk membuat jera yang lain, sehingga remaja lain tidak melakukannya," dia menambahkan.
Aceh mulai melaksanakan hukum syariah setelah kawasan tersebut terkena bencana tsunami di tahun 2004 dan merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan hukum syariah.
Aturan baru diterapkan tahun lalu, yang memperluas penerapan hukum cambuk terhadap pelanggar susila dan juga untuk pertama kalinya mengijinkan hukuman cambuk terhadap non Muslim.
Secara teori, bahkan pasangan yang tidak menikah yang mengunjungi Aceh untuk liburan dapat dikenai hukuman cambuk karena mereka berduaan.
Rahma mengatakan hukuman cambuk dimaksudkan untuk mengurangi pelanggaran aturan syariah.
"Pertama kami melakukan sosialisasi, kemudian pendidikan dan sekarang penerapan hukuman. Para pelanggar akan dihukum," katanya.
Semakin Banyak
Papang Hidayat dari Amnesty International mengatakan hukuman cambuk sekarang ini semakin banyak dilakukan.
"Beberapa tahun lalu hanya ada sekitar 40 hukuman cambuk," katanya.
"Kami prihatin dengan adanya aturan baru yang memperluas penggunaan cambuk sebagai hukuman," lanjutnya.
Pada bulan April lalu, satu pasangan yang belum menikah mendapat hukuman 100 kali cambuk karena berduaan, dan seorang wanita Kristen dicambuk 28 kali karena menjual minuman keras.
Rajuddin (52) dihukum cambuk bulan lalu karena berjudi. Dia tertangkap sedang bermain kartu dengan sejumlah temannya.
"Waktu itu hujan, dan saya tidak bisa pulang ke rumah, jadi saya menunggu di sebuah kedai kopi. Kami mulai main kartu untuk menghabiskan waktu. Sekitar pukul 12:30 mereka datang dan menahan kami," kata Rajuddin kepada ABC.
Rajuddin ditahan dan kemudian dicambuk. "Sakitnya sebenarnya tidak terlalu, namun saya merasa dipermalukan," katanya.
"Kami bermain kartu hanya iseng, namun hukumannya jauh lebih berat, sementara tindak kejahatan lebih besar dibiarkan begitu saja. Dan kami rakyat kecil, bagian terbawah dalam masyarakat, kami sepertinya yang selalu menjadi korban dihukum," katanya.
Human Rights Watch dan Amnesty International mengatakan hukuman cambuk ini melanggar hukum internasional yang menentang penyiksaan, dan hukuman yang kejam dan merendahkan martabat manusia.
"Semua dicambuk di depan massa dalam jumlah besar, biasanya di depan masjid setelah sembahyang Jumat. Kami tidak bisa berkomentar mengenai rasa sakitnya, namun dalam pandangan kami ini adalah hukuman tidak manusiawi dan merendahkan," kata kedua kelompok HAM tersebut. (abc.net.au)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...