Amnesty International: Perempuan Pembela HAM Rentan Hadapi Serangan
LONDON, SATUHARAPAN.COM – Amnesty Internasional menyebut, bahwa para aktivis perempuan rentan mengalami pelecehan seksual, ancaman, intimidasi, kriminalisasi, hingga pembunuhan. Perempuan pembela HAM bahkan dimusuhi oleh keluarga mereka sendiri.
Amnesty International mengatakan pada Jumat (29/11), bahwa perempuan pembela HAM rentan menghadapi segudang ancaman dan serangan, yang berhubungan dengan upaya mereka membela hak-hak perempuan dan kesetaraan gender.
Dalam sebuah laporan tentang Hari Perempuan Pembela HAM International, Amnesty International mengatakan bahwa para aktivis yang gencar mengkampanyekan hak-hak perempuan, terus mengalami pelecehan seksual, ancaman, intimidasi dan kriminalisasi bahkan pembunuhan.
"Perempuan pembela HAM diserang karena posisi mereka dan hal-hal yang mereka lakukan. Risikonya bahkan lebih besar terhadap mereka yang menghadapi bentuk diskriminasi berseberangan, misalnya jika kamu adalah seorang perempuan dan berasal dari ras minoritas, asli, miskin, lesbian, biseksual atau transgender, seorang pekerja seks, maka kamu harus berjuang lebih keras, agar suaramu didengar oleh mereka yang berkuasa,” kata Kumi Naidoo, Sekretaris Jenderal Amnesty International.
Amnesty International juga menambahkan bahwa meskipun ada kemajuan yang membuat gerakan feminis lebih kuat dari sebelumnya, namun para aktivis perempuan tetap mendapat tekanan dari para politisi, pemimpin agama dan kelompok radikal yang menyebarkan politik demonisasi dalam beberapa tahun terakhir.
"Karena perempuan pembela HAM sering berada di garis depan yang menuntut kemajuan. Mereka sering menjadi sasaran utama dari serangan-serangan yang kian meningkat, melawan dunia yang inklusif, untuk dunia yang lebih adil," tulis pengawas HAM dalam laporan yang berjudul "Kekuatan yang menantang, memerangi diskriminasi : Seruan untuk bertindak mengakui dan melindungi pembela hak asasi perempuan. "
Mengutip Polandia, tempat para perempuan pembela HAM berjuang melawan larangan aborsi dan mengumpulkan pelanggaran-pelanggaran hak perempuan dan LGBT + lainnya, Amnesty mengatakan bahwa beberapa orang menghadapi serangan rasis dan sentimen anti-imigrasi yang kian meningkat.
Amnesty menambahkan bahwa di tempat lain, termasuk di Bahrain dan Mesir, kekerasan seksual sebagai bentuk penyiksaan digunakan untuk membungkam para pembela hak-hak perempuan. Perempuan juga menghadapi ancaman kekerasan rumah tangga, pelecehan, ancaman "kehormatan", perceraian, dan dipisahkan secara paksa dari anak-anak mereka.
Aktivis perempuan, sering menjadi sasaran kampanye bohong untuk menyerang perilaku mereka yang berbeda dengan kebanyakan orang lainnya. Menurut Amnesty International hal ini dirancang untuk memicu permusuhan terhadap mereka.
Misalnya kasus mantan Menteri Dalam Negeri Italia, Matteo Salvini, yang pernah mencemooh kapten kapal penyelamat Jerman Sea-Watch 3, Carola Rackete. Hal itu kemudian mengundang pendapat banyak pihak dan memicu kekerasan seksual, dan menargetkan dirinya sebagai perempuan serta penampilannya.
"Para perempuan ini perlu didukung dan dilindungi karena berani melakukan pekerjaan yang dapat meningkatkan kehidupan kita semua, terutama masyarakat yang paling terpinggirkan," kata Naidoo. (dw.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...