Anda Orangtua Otoriter Atau Otoritatif?
SATUHARAPAN.COM-Virus corona baru atau Covid-19 membuat rumah menjadi pusat kehidupan. Bekerja, belajar, dan beribadah semuanya dilakukan di rumah. Hal ini tentu sekaligus menjadi ujian langsung bagi orangtua yang setiap saat bahkan sepenuh waktu berinteraksi dengan anak, melihat tingkah laku anak yang beragam, mulai dari yang baik hingga hal yang bisa membuat jengkel atau marah. Ayah dan ibu akan seolah disediakan panggung pertunjukan apakah dia berkarakter otoriter atau otoritatif.
Sepintas pola asuh otoriter dan otoritatif seakan tidak ada perbedaan. Namun pada hakikatnya keduanya adalah hal yang sangat berbeda. Keduanya memang sama-sama menunjukkan kapasitas dan otoritas sebagai orangtua, namun dalam karakter dan polanya sesungguhnya keduanya berbeda dan memiliki dampak yang berbeda pula.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh ketika penonjolan utama adalah relasi kuasa. Sehingga perkataan yang sering muncul dari orangtua adalah “aku ayahmu, aku ibumu, kamu harus nurut, tidak boleh membantah.” Dalam kepemimpinan, hal ini berada di level paling bawah. Menyuruh orang untuk taat karena jabatan, posisi atau status yang lebih tinggi adalah kondisi yang “memprihatinkan”
Pola asuh otoriter adalah gaya relasi “tuan dan hamba”. Pola pengasuhan dengan gaya yang cenderung memaksa dan menuntut, namun minim apresiasi atau penghargaan. Kata-kata yang sering muncul jika anak salah atau gagal melakukan keinginan orangtua adalah “begitu aja kamu tidak bisa!”, “Anak macam apa kamu?”, “dasar anak tidak tahu diuntung!”, “tidak boleh ini tidak boleh itu”. Sebaliknya jika pun dia menurut dan mampu memenuhi keinginan orangtua, tidak ada ucapan yang membanggakan dan memberi penghargaan, sebab menurut orangtua tipe ini hal tersebut sudah menjadi kewajiban anak.
Pola asuh otoriter berpotensi membuat anak kehilangan kepercayaan diri atau bahkan menjadi sosok yang kasar. Memposisikan diri menjadi sosok yang harus ditakuti bisa berakibat menciptakan ketakutan bagi anak. Atau sebaliknya si anak akan menjadi sosok yang menebar ketakutan bagi orang lain, bahkan di masa dewasanya ketika dia sudah menjadi orangtua.
Berbeda dengan otoriter, pola asuh otoritatif lebih mengutamakan melatih anak bertanggungjawab lebih dari sekadar relasi kuasa. Pola otoritatif melatih anak untuk bertanggungjawab terhadap diri sendiri, sesama dan juga mandiri. Orangtua bukan hanya sekadar melarang atau memberi ijin, namun mampu untuk menjelaskan mengapa dilarang atau diizinkan, serta konsekuensi apa yang di dapat setelahnya. Orangtua tetap harus tampil sebagai sosok yang lebih tinggi, namun tidak membangun relasi yang merendahkan. Pola ini menekankan karakter ideal menjadi teladan atau role model bagi anak ketimbang menebarkan ketakutan atau hanya memberi perintah yang memaksa untuk taat.
Orangtua mendidik anak dengan kasih sayang dan kedisiplinan. Perkataan yang sering muncul adalah “mari kita lakukan”, “ayah yakin kamu bisa melakukannya”, “ibu yakin kamu sudah tahu apa resiko jika melakukannya”. Jika anak melakukannya dengan baik, orangtua tipe ini akan memberikan penghargaan, paling tidak mengucap kata “Terima kasih, ya nak”. Orangtua mengajarkan anak bahwa setiap hal buruk akan berdampak, bahkan ada hukuman, tentu bukan hukuman yang menyiksa atau membuatnya tersakiti secara fisik dan mental, namun lebih kepada makna sebuah tanggungjawab.
Pola asuh otoritatif dapat diterapkan jika orangtua memahami karakter anak-anaknya secara mendalam, mengetahui kebutuhan emosional anak serta membuka ruang dan kesempatan bagi anak untuk membicarakan apa hak dan kewajiban dalam keluarga.
Pola asuh ini secara bersamaan menghadirkan orangtua sebagai pemimpin yang layak ditaatai dan dihormati dengan penuh kesadaraan dan kerelaan, sekaligus menjadi sahabat yang baik bagi anak.
Asuhlah anak dengan otoritatif bukan dengan otoriter, maka Anda sedang mempersiapkan generasi yang percaya diri, madiri, dan bertanggungjawab.
*Penulis adalah pemerhati komunikasi, literasi dan parenting.
Editor : Sabar Subekti
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...