Anders Wejryd: Pertemuan Lintas Agama Iklim Global Sejak 1970-an
SWEDIA, SATUHARAPAN.COM – Anders Wejryd, salah seorang Presiden Dewan Gereja-gereja Dunia (WCC/World Council of Churches) bagian Eropa, yang juga merupakan Uskup Agung Emeritus dari Gereja Swedia, telah menyelenggarakan pertemuan lintas agama (interfaith meeting) bersama sekitar 30 pemuka agama dari seluruh dunia, menyampaikan komitmen terhadap isu iklim global mengingat krisis minyak dunia yang sudah terjadi sejak 1970-an.
“Bagi saya, bekerja bersama lintas agama itu penting, karena dunia ini milik kita bersama. Kita perlu bertemu dan mendiskusikan, seperti isu iklim global, untuk mencari alternatif pemecahan masalah lingkungan. Peran WCC sendiri bisa memperluas dimensi dari isu ini, agar mendorong setiap individu ikut ambil bagian dan berubah,” kata Wejryd, seperti dikutip dari oikumene.org, Rabu (9/7).
Pertemuan lintas agama yang telah diselenggarakan sejak Wejryd menjabat sebagai Uskup Agung pada 2008 itu, menghasilkan manifesto lintas agama yang akan disampaikan kepada pemerintah Swedia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebelum dilaksanakannya konferensi internasional perubahan iklim di Kopenhagen, Denmark.
Wejryd juga berharap isu ini bisa dibicarakan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di New York, Amerika Serikat pada September 2014 ini.
Wali Gereja Peduli Iklim Global
Dua bulan sebelum Wejryd pensiun pada Juni 2014, ia juga telah mengeluarkan Surat Resmi Keuskupan supaya tema iklim global diusung dalam konferensi-konferensi internasional tersebut, yang berisi pandangan para Uskup di Swedia terhadap lingkungan dan makhluk hidup, serta mengajak kita semua sebagai warga dunia untuk ikut peduli. Ini adalah surat kedua, sedangkan surat pertama telah dikeluarkan pada 1989.
Tekadnya ini telah dimulai sejak studinya di perguruan tinggi Sandöskolan, Swedia pada 1973. Tesis doktor yang ia tulis tentang Nathan Söderblom (yang menjadi Uskup Agung Gereja pada tahun 1914 dan peraih Nobel perdamaian pada tahun 1930), terkait masalah ekumenisme dan perdamaian.
“Krisis minyak membuat saya menyadari dan ingin ikut terlibat betapa gaya hidup kita mempengaruhi perubahan iklim. Masalah iklim, masalah pengungsi, dan masalah perdamaian milik bersama, semuanya saling terkait satu sama lain, ini yang harus sadari,” kata Wejryd.
Masalah Iklim dan Gereja
Wejryd memperoleh kesempatan awal sejak bertugas sebagai penanggung jawab di Bantuan Dewan Gereja Swedia selama tahun 1970-an. Pada waktu itu dirinya sempat menganggap bahwa banyak orang lain yang menangani masalah iklim, jadi itu mungkin bukan tugas utama gereja.
Tapi setelah beberapa saat saya menyadari bahwa hidup dan kesempatan hidup adalah karunia dari Allah, maka kita dapat menciptakan kesempatan yang orang lain tidak bisa. Bagaimana seharusnya kita berpikir tentang gaya hidup kita? Bagaimana kita harus menyelamatkan makhluk hidup?
“Isu ini adalah tentang bagaiman menjaga ciptaan-Nya, serta menciptakan keadilan, kebebasan dan perdamaian, guna mencapai visi hidup dalam kerajaan Allah. Kita tidak bisa berasumsi bahwa hidup adalah sesuatu yang layak kita terima secara terus-menerus. Jika kita berpikir bahwa hidup adalah hadiah, kita menjadi lebih berani untuk berbagi dan mendistribusikannya. Hidup itu sudah datang terlebih dahulu sebelum keinginan terpendam kita sebagai makhluk hidup,” kata Wejryd.
Gereja adalah Inspirasi dan Keberanian
Sebagai gereja, Wejryd mamiliki pandangan, bahwa kita dapat menginspirasi untuk berani mengubah dunia, untuk mengubah gaya hidup kita dan orang lain. Kita dapat menunjukkan bahwa setiap orang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk berubah. Fakta itu adalah tanggung jawab kita bersama melalui kata-kata dan tindakan.
Surat Resmi Keuskupan, sebagaimana disebutkan sebelumnya, menetapkan tantangan bagi Gereja Swedia dan gereja-gereja lain di seluruh dunia, serta bagi para pengambil keputusan di Swedia maupun internasional, perusahaan, organisasi dan individu.
Tugas Wejryd berikutnya adalah menghadiri konferensi lintas agama WCC di KTT Iklim di New York pada September 2014 ini.
“Kami ingin menyampaikan pendapat para wali gereja (uskup), tentang tanggung jawab kita bersama terhadap iklim, apa yang Gereja dapat lakukan dan apa yang kita semua bisa kontribusikan, kita semua bisa membantu, kita semua memiliki tanggung jawab,” tandas Wejryd. (oikoumene.org)
Editor : Bayu Probo
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...