Andi Widjajanto: Bela Negara Belum Boleh Diwajibkan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengemukakan konsep bela negara yang dicanangkan oleh Kementerian Pertahanan belum menjadi sebuah kewajiban, namun baru sebatas hak yang harus difasilitasi negara mengingat masih ada aturan yang perlu dilengkapi.
"Kemhan baru bisa fasilitisasi soal hak warga negara akan bela negara. Kemhan belum bisa menjadikan hal tersebut sebagai kewajiban," kata Andi dalam diskusi bertema `Konsep Bela Negara dan Sistem Pertahanan Indonesia` di kantor CSIS, Jakarta, Senin.
Keberadaan bela negara baru sebatas hak karena UU dan regulasi yang ada belum menjelaskan secara detail dan lengkap soal bela negara. Bela negara hanya perintah umum dalam UUD 1945 dan UU TNI.
"Jika mau dijadikan kewajiban bagi semua warga negara, maka harus disusun dulu sejumlah aturan pendukungnya. Pemerintah dan DPR harus duduk bersama menyelesaikan sejumlah aturan," kata dia.
Misalnya aturan soal latihan dasar militer, UU Komponen Cadangan atau UU Komponen Pendukung. Apakah bela negara itu masuk dalam komponen cadangan atau komponen pendukung atau lainnya. "Itu harus penuhi dulu syarat-syaratnya," ujarnya.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI) ini mengakui bahwa bela negara memang penting dan merupakan pilar bangsa ini mengingat hal itu sudah ada sejak berdiri bangsa ini.
Namun, kata dia, yang ada masih sebatas warga negara punya hak untuk bela negara. Konsep yang belum masuk adalah kewajiban dari setiap warga negara.
"Sebagai hak warga negara, pemerintah wajib memfasilitasi. Pemerintah harus membuka ruang agar haknya digunakan. Itu yang dilakukan Kemhan sekarang. Tidak bisa dipaksa sebagai kewajiban warga negara karena berbagai UU pendukungnya belum ada," tegasnya.
Andi menilai melalui program bela negara ini Kemhan sepertinya ingin membuat struktur atau sertifikasi lebih lanjut karena nilai-nilai bela negara juga mengalami perkembangan sesuai kemajuan teknologi dan pengetahuan.
"Karena sekarang nilai-nilainya juga sudah berubah. Misalnya ada anak-anak nggak bisa bangun pagi, bangunnya jam 11 siang. Tak perlu didisiplinkan karena bisa saja dengan begitu mereka punya kreativitas dalam bidang `cyber` untuk mempertahankan negara. Yang mereka butuhkan adalah ruangnya," tuturnya. (Ant)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...