Aneh, Perusahaan Tutup Dijadikan Tersangka Pembakar Lahan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Komisi III DPR RI Beni K. Harman merasa aneh dengan penetapan tersangka beberapa perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan. Pasalnya, ada perusahaan yang sudah tutup namun dijadikan tersangka.
“Kan agak aneh perusahaan sudah ditutup dinyatakan tersangka, iya kan aneh," kata Beni saat rapat Panja Kahutla dengan Anggota DPRD Riau di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, hari Selasa (20/9).
Komisi III DPR, kata Beni, sudah melakukan kunjungan ke Riau pada 30 Juli sampai dengan 2 Agustus 2016 lalu. Berdasarkan data, kawasan hutan di provinsi Riau jumlahnya 4,2 juta hektar, sementara perusahaan yang bergerak dalam perkebunan 500 perusahaan sedangkan yang memiliki izinnya 1,2 juta hektar.
“Tanpa izin kurang lebih 2,3 juta hektar yang ada data kami yang dapat," kata dia.
Dalam kasus pembakaran hutan di berbagai wilayah, termasuk Riau, Kalimantan dan Papua, ada 15 perusahan telah ditetapkan sebagai tersangka. Tapi diam-diam penegak hukum menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas 15 perusahaan tanpa penjelasan ke publik apa alasannya.
Oleh karena itu, kata Beni Komisi III memutuskan untuk membentuk Panja pengawasan Karhutla sesuai dengan keputusan pleno Komisi pada tanggal 22 Agustus 2016. Panja dianggap penting untuk di bentuk karena masalah Kahutla mempunyai dampak yang luar biasa, selain secara hukum juga berdampak sosial.
Rapat kerja dengan Kapolri Tito Karnavian pada 6 September 2016 lalu, dia menyampaikan bahwa SP 3 di keluarkan kasus Kahutla oleh Bareskrim sebanyak dua kasus di-SP 3 artinya di tetapkan tersangka, namun hal itu sangat aneh. Sebab, polri sebelumnya gencar mengusut kasus kebakaran lahan. Bahkan dengan cepat menetapkan sejumlah tersangka.
“Proses ini pun semakin aneh, karena tidak ada buktinya sudah di tetapkan sebagai tersangka lalu di-SP3-kan,” kata dia.
Kemudian penjelasan oleh Kapolri pada rapat pada tanggal 6, September 2016 sudah di keluarkan terhadap kasus Karhutla oleh Polda Riau sebanyak 15 kasus. Kemudian SP 3 juga sudah dikeluarkan terhadap kasus Kahutla di Sumatera Selatan sebanyak satu kasus, kemudian telah di keluarkan SP 3 kasus Kahutla oleh polda Kalimantan Tengah sebanyak dua kasus. Selanjutnya, dikeluarkan SP 3 kasus Kahutla oleh Polda Kalimantan Barat sebanyak satu kasus.
Sementara itu, Novi Waldi Wakil Ketua DPRD RIAU menyatakan bahwa Pangdam tidak punya kekuatan dan tiba-tiba tumpul. Akhirnya hutan lindung dibabat habis.
Di Riau, kata Novi, itu ada 571 perusahaan, dengan rincian 513 untuk kelapa sawit. 58 perusahaan untuk industri. Kemudian dari luasan hutan sebesar 5,8 juta hektar, hanya 1,8 juta hektar yang masih bersatus hutan.
“Tapi saat ke lapangan itu sudah kebon kelapa sawit,” kata dia.
“Ada potensi Rp 74 triliun per tahun yang hilang penerimaan dari pajak”.
Modus yang digunakan adalah merekayasa PBB. Mereka akan menghitung tarif yang semurah-semurahnya, di mana harga tanah per hektar dari Rp 50 juta bisa menjadi Rp 5 juta.
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...