Anggota DPR: Ketua MK Bisa Dipilih Secepatnya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Komisi III DPR RI Pieter Zulkifli mengatakan, pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru bisa dilakukan secepatnya, meskipun saat ini hakim konstitusi tersisa delapan orang.
"Saya dapat memahami keinginan hakim-hakim MK segera memiliki nakhoda baru, dan hal itu dimungkinkan untuk dilakukan," kata Pieter melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Selasa (29/10) malam.
Ia berpendapat sangat lazim jika seorang pemimpin diperlukan sebuah organisasi atau institusi, untuk memperlancar jalannya tugas.
"Termasuk di MK, sangat membutuhkan peran seorang pemimpin untuk memperlancar jalannya institusi itu. Organisasi apa pun peran pemimpin diperlukan," katanya.
Pemilihan Ketua MK dilakukan internal MK melalui Rapat Pleno Hakim (RPH), tanpa intervensi pihak lain.
Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva di Gedung MK, Selasa (29/10), mengatakan pemilihan Ketua MK akan dilakukan Kamis (31/10) melalui rapat pleno, dengan calon delapan hakim konstitusi yang tersisa saat ini.
Ke delapan hakim konstitusi yang tersisa yakni Hamdan Zoelva, Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Patrialis Akbar.
Hamdan berpendapat pemilihan Ketua MK tidak harus menunggu pemilihan hakim baru pengisi kekosongan pasca-tertangkapnya Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar oleh KPK. Sebab proses pemilihan hakim baru akan memakan waktu, sementara MK membutuhkan ketua baru.
Sementara itu Hakim Konstitusi Harjono yang saat ini menjabat Ketua Majelis Kehormatan MK menyatakan menolak menjadi Ketua MK menggantikan Akil Mochtar. Dia menyadari sudah akan memasuki masa pensiun tahun depan. "Saya Maret 2014 sudah selesai (pensiun), jadi buat apa ikut-ikut," katanya.
Namun ia menekankan pemilihan Ketua MK memang bisa dilakukan meskipun hakim konstitusi hanya berjumlah delapan orang. Lagi pula, ia menambahkan, butuh waktu lama jika harus menunggu pemilihan hakim tambahan.
Pemberhentian Sementara
Sejauh ini Akil Mochtar sendiri berstatus sebagai Ketua MK nonaktif. Meskipun sudah mengundurkan diri, status yang diberikan kepadanya baru sebatas pemberhentian sementara.
Pemberhentian tetap Akil Mochtar menunggu putusan sidang dugaan pelanggaran kode etik oleh Majelis Kehormatan MK yang akan disampaikan kepada presiden untuk selanjutnya dikeluarkan surat keputusan pemberhentian tetap.
Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar merupakan tersangka dugaan suap sengketa pilkada Gunung Mas, Kalimantan dan Lebak, Banten, yang ditangkap tangan oleh KPK di rumah dinasnya. Ia juga dikenakan pasal dengan tuduhan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.
Selain Akil Mochtar, KPK juga telah menangkap beberapa orang lain yang telah ditetapkan sebagai pemberi suap. (ant)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...