Anggota Komite 50 Diajukan, Syariat Islam Masih jadi Perdebatan dalam Konstitusi Mesir
KAIRO, SATUHARAPAN.COM Presiden Mesir, Adly Mansour, telah menerima nama-nama yang diajukan oleh partai politik, lembaga agama, sosial, dan ekonomi yang akan menjadi anggota Komite 50 yang bertugas membahas rancangan konstitusi baru Mesir.
Sumber-sumber yang dekat dengan panitia teknis beranggota 10 orang kepada wartawan ahram.org.eg mengatakan hal itu, Senin (26/8). Nama-nama itu mencerminkan kekuatan kelompok sekuler maupun Islamis yang akan menyelesaikan rancangan konstitusi sebelum diajukan dalam referendum. Hal ini berbeda dengan majelis konstituate yang didominasi kelompok Islamis pada penyusunan konstitusi 2012 pada masa pemerintahan Mohammed Morsi.
Nama-nama yang diajukan itu dari kelompok sekularis terutama dari faksi liberal dan kiri (Nasserist dan Nasionalis), dan kelompok Islamis terutama dari Partai Nour dari kelompok ultrakonservatif Salafi dan dari Al-Azhar.
Nama-nama Anggota Komite 50
Dalam sdaftar nama, kelompok liberal diwakili oleh mantan Menteri Luar Negeri, Amr Moussa, wartawan Pemimpin Al-Ahram dan Direktur Pusat Studi Politik dan Strategis, Diaa Rashwan, dan dari sayap kiri, Sameh Ashour, seorang pengacara dan Ketua Partai Nasserist Arab.
Masuk dalam daftar Komite 50 adalah Mahmoud Badr dan Mohamed Abdel-Aziz yang mewakili gerakan Tamarod yang mempelopori protes 30 Juni melawan Morsi. Dari sayap liberal ada Manal El-Taibi, seorang aktivis hak-hak perempuan yang mengundurkan diri dari Majelis Konstituante yang didominasi Islamis pada tahun 2012, karena keberatan dengan pasal tentang Syariat Islam yang ketat dan dinilai melanggar hak-hak perempuan dan anak-anak.
Nama lain dari kelompok liberal adalah seorang profesor ahli hukum, Mohamed Nour Farahat, yang juga mewakili Partai Demokrat Sosial Mesir. Selain itu, ada Abdel-Ghaffar Shukr, mewakili Socialist Popular Current and Tagammu.
Menunggu Wakil Asosiasi
Sumber-sumber itu juga mengatakan bahwa presiden menetapkan wakil dari asosiasi pengacara, wartawan, dokter dan insinyur serta swasta yang harus dikirim oleh asosiasi masing-masing. Kelompok Insinyur saat ini dikendalikan oleh Ikhwanul Muslimin yang mendukung Morsi, dan belum jelas bagaimana wakilnya akan dipilih, mengingat bahwa kelompok Islam telah menentang roadmap yang sedang berlangsung.
Adapun wakil dari lembaga keagamaan, sumber itu menyebutkan bahwa Hassan Al-Shafie, wakil imam besar Al-Azhar, kemungkinan akan mewakili Al-Azhar. Dan tokoh lain yang mewakili Al-Azhar diharapkan segera bergabung dengan komite tersebut.
Sedangkan nama yang mewakili tiga Gereja utama Mesir (Koptik, Anglikan dan Katolik) akan dipilih sebagai anggota komite. Anpa Pola, Uskup Agung Provinsi Tanta Delta Nil, akan mewakili Gereja Koptik, sementara imam Safwat El-Biyadi diharapkan mewakili Gereja Anglikan.
Mayor Jenderal Mamdouh Shahin, akan mewakili angkatan bersenjata, walaupun beberapa aktivis politik menuduh dia bekerja sama dengan kaum Islamis dalam penyusunan konstitusi 2012.
Partai Nour akan memiliki satu wakil yang diharapkan adalah ketua partai, Younis Makhyoun. Partai ini pada hari Minggu lalu menyatakan bergabung dengan Komite 50, namun lebih bertujuan untuk mempertahankan prinsip Syariah Islam dalam konstitusi.
Pro Kontra Syariat Islam
Sementara itu, aktivis politik sekuler menyebutkan, "Keputusan (Partai) Nour untuk bergabung dengan Komite 50 hanya taktik." Badr Tamarod mengatakan: "Kami percaya bahwa partai Islamis ini pada akhirnya akan menarik diri dari komite ketika mengetahui bahwa sebagian besar kekuatan yang mendukung menghapus pasal 219 (pasal tentang Syariat Islam). Kemudian akan mengeksploitasi penarikan diri itu untuk menstigmatisasi konstitusi baru sebagai cerminan nilai-nilai sekuler dan anti-Islam "
Surat kabar Partai Kebebasan dan Keadilan, sebagai corong Ikhwanul Muslimin, pada hari Minggu (25/8), meberitakan bahwa "Konstitusi baru akan memberikan hak pada kelompok liberal dan sekuler untuk menghina Islam dan menyebarkan amoralitas."
Injy Hamdi, anggota pendiri Gerakan 6 April, hari Senin menyampaikan perbertanyaan, "Bagaimana bisa sebuah partai agama yang anggotanya menolak untuk berdiri saat lagu kebangsaan dinyanyikan, dan menghasut kekerasan terhadap warga Syiah, serta memberi dukungan kodifikasi tentang pernikahan anak, diperbolehkan untuk bergabung dalam proses merancang konstitusi? "
Badr mengatakan, "Sekularis dan kaum revolusioner tidak akan memungkinkan gerakan Islamis seperti Ikhwanul Muslimin dan Nour untuk memaksakan pandangan mereka di abad pertengahan pada konstitusi baru."
Pengacara Senior Mesir, Essam El-Islambouli, berpendapat, "Dengan pengecualian dari Pasal 2, yang menyatakan bahwa Syariah Islam adalah sumber utama perundang-undangan di Mesir, semua artikel Syariah Islam lainnya harus dihapus karena mereka bertujuan untuk memberlakukan Syariat Islam secara ketat di Mesir."
Dia menyebutkan, "Al-Azhar, otoritas tertinggi dalam Islam Sunni, tidak pernah meminta rezim Morsi untuk sebuah pasal memberikan hak interpretasi terhadap Syariat Islam."
Dia menambahkan, "Imam Besar Al-Azhar sendiri menekankan berkali-kali bahwa Al-Azhar tidak tertarik dalam merancang setiap pasal yang memberikan interpretasi Syariat Islam atau bahkan memberikan Dewan Ulama-nya sebagai pengambil keputusan akhir pada masalah Syariat Islam."
Al-Azhar menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi harus diberi keleluasaan untuk memberikan kata akhir pada isu-isu Syariat Islam, kata dia. (ahram.org.eg)
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...