Anti Kudeta Myanmar Akan Lakukan Lebih Banyak Protes
YANGON, SATUHARAPAN.COM-Para pengunjuk rasa anti junta Myanmar mengadakan lebih banyak aksi unjuk rasa pada hari Jumat (26/3) setelah militer dilaporkan menembak mati sembilan orang sehari sebelumnya.
Selain itu, Bank Dunia memperingatkan bahwa ekonomi Myanmar dapat merosot 10% tahun ini karena gejolak sejak kudeta bulan lalu.
Dalam upaya untuk meningkatkan tekanan pada junta atas kudeta 1 Februari, Amerika Serikat dan Inggris juga menjatuhkan sanksi pada konglomerat yang dikendalikan oleh militer, dengan Washington menyebutnya sebagai tanggapan atas "penindasan brutal" oleh militer.
Protes yang dilakukan dengan menyalakan lilin terjadi di seluruh negeri pada Kamsi (25/3) malam termasuk di wilayah Mandalay dan Sagaing, serta di negara bagian Karen dan Chin, kata laporan media setempat.
Satu kelompok sekitar 100 orang menabuh genderang mengadakan protes di pusat kota Sule, daerah Yangon, sebelum diusir oleh pasukan keamanan, kata saksi mata. "Perang ini belum berakhir sampai kami menang," kata salah satu pengunjuk rasa, Phone Naing, mengatakan kepada Reuters. "Aku akan melawan mereka sebanyak yang kami bisa."
Di kota kedua Myanmar, Mandalay, pengunjuk rasa berbaris pada hari Jumat pagi dengan membawa spanduk "gerakan pembangkangan sipil", lmenurut laporan Mizzima News.
Penyelenggara telah menyerukan protes luas pada hari Sabtu (27/3), yang diperingati sebagai Hari Angkatan Bersenjata, yang memperingati dimulainya perlawanan militer terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945.
“Kita harus menghidupkan kembali sejarah itu pada 27 Maret 2021 dalam revolusi musim semi ini,” tulis Ei Thinzar Maung, seorang pemimpin protes, dalam sebuah posting media sosial. “Hari bagi orang-orang untuk memberontak melawan Tatmadaw (militer), yang telah menindas orang selama berabad-abad... telah datang lagi.”
Myanmar diguncang oleh protes hampir setiap hari sejak tentara menggulingkan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi dan melantik junta. Suu Kyi, yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991 atas kampanyenya untuk membawa pemerintahan sipil yang demokratis ke Myanmar, dan anggota partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya ditahan.
Setidaknya 320 orang telah tewas dalam tindakan keras oleh junta militer, menurut angka yang dihimpun oleh kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Data itu menunjukkan bahwa setidaknya 25 persen dari mereka yang tewas akibat tembakan di kepala, dan menimbulkan kecurigaan bahwa mereka sengaja menjadi sasaran pembunuhan.
Bank Dunia pada hari Jumat merevisi perkiraannya untuk ekonomi Myanmar menjadi kontraksi 10% pada tahun 2021 dari pertumbuhan yang diperkirakan sebelumnya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...