Anuma, Harapan bagi Penderita Malaria dan Kanker
SATUHARAPAN.COM – Artemisia annua, termasuk suku Asteraceae. Orang Jawa dan Papua sama-sama menyebut anuma untuk tumbuhan yang hidup di hutan-hutan, atau kadang tumbuh liar di pinggir-pinggir jalan. Belakangan, tanaman anuma dijadikan tanaman hias dalam pot, karena penampilannya memang eksotik.
Artemisia annua memikili potensi sebagai tanaman antimalaria. Masih sangat jarang dikembangkan, bahkan banyak masyarakat yang tidak mengetahui keberadaan maupun manfaat dari tanaman ini.
Artemisia annua, seperti dikutip dari uns.ac.id, dengan bahan aktif artemisin, terbukti secara ampuh mengobati malaria, terutama yang mengalami resisten oleh kina. Ditambah lagi karena efek samping dari kina dan klorokuin yang terbilang berat, maka WHO atau Badan Kesehatan Dunia merekomendasikan artemisia sebagai obat untuk mengatasi malaria.
Kandungan senyawa yang ada di dalam Artemisia annua inilah yang dapat digunakan dalam mengatasi penyakit malaria. Penelitian yang telah dilakukan di Tiongkok, pada tahun 1972, menunjukkan Artemisia annua telah diisolasi senyawa aktifnya sebagai obat anti malaria, mengandung bahan aktif artemisin yang sangat efektif dalam mengatasi penyebab penyakit tersebut. Artemisia annua mengandung artemisin dengan kadar yang cukup tinggi di alam yaitu sekitar 0,1-1,8 persen.
Menurut Wikipedia, Artemisia annua dikenal dalam pengobatan tradisional Tiongkok kuno, untuk mengobati demam, dan lebih sering disebut sebagai qinghao.
Artemisinin tergolong dalam senyawa terpenoid. Senyawa artemisinin yang tinggi terutama terdapat pada jaringan bagian atas tanaman (daun dan bunga), sementara di batang kandungannya rendah. Artemisinin terakumulasi pada kelenjar bulu yang terdapat pada daun, batang, dan bunga. Beberapa penelitian menunjukkan kadar artemisinin tertinggi ditemukan sesaat sebelum pembungaan.
Artemisia annua cukup potensial untuk dibudidayakan dan dikembangkan d Indonesia mengingat banyaknya penderita malaria dan besarnya kebutuhan obat anti malaria.
Morfologi Anuma
Artemisia annua, menurut Wikipedia merupakan tanaman pendek tahunan. Batangnya tegak kecokelatan atau ungu cokelat. Tanaman ini berbulu dan tumbuh alami, dengan tinggi mencapai 30 sampai 100 cm.
Daunnya memiliki panjang 3-5 cm dan dibagi oleh pemotongan jauh ke dalam dua atau tiga leaflet kecil. Aroma aromatik intensif daun adalah karakteristik.
Hibrida baru dari Artemisia annua dikembangkan di Swiss, bisa mencapai kandungan daun artemisinin hingga 2 persen. Bunganya majemuk, bentuk tandan, terletak di ujung batang, panjang mencapai 30 cm, kelopak hijau, bentuk bintang, berlekuk 5, mahkota halus mengelilingi cawan bunga tempat benang sari dan putik, diameter 2-3 mm, warna putih gading.
Bijinya berbentuk lanset, kecil, berwarna cokelat. Akarnya serabut, berwarna putih kekuningan.
Artemisia tumbuh di dataran menengah sampai pegunungan pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas permukaan laut. Berbunga pada bulan Juni-September. Waktu panen yang tepat pada bulan April-Mei. Bagian yang digunakan adalah daun, atau seluruh bagian tanaman dalam keadaan segar atau setelah dikeringkan.
Daun atau seluruh bagian tanaman, seperti dikutip dari mipa-farmasi.com, mengandung saponin, flavonoida, polifenol, dan minyak atsiri.
Artemisia annua, juga dikenal sebagai sweet wormwood, sweet annie, sweet sagewort, annual mugwort, atau annual wormwood. Di Tongkok, selain qinghao juga disebut huanghuahao.
Sedangkan dalam bahasa daerah, lebih dikenal dengan nama ganjo lalai, merupakan flora yang dapat mengatasi penyakit malaria. Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan subtropis.
Tumbuhan ini asli tumbuhan Asia, tetapi tumbuhan dan berkembang di banyak negara termasuk di Amerika Utara.
Khasiat Herbal Anuma
Daun artemisia, seperti dikutip dari perkebunan.litbang.pertanian.go.id, mengandung sekitar 89 persen dari total artemisinin yang terdapat pada tanaman. Pada bunga, kandungan artemisinin cukup tinggi, bahkan dapat disetarakan dengan daun. Minyak atsirinya mengandung sedikitnya 40 komponen yang bersifat volatile (menguap) dengan salah satu komponen utamanya adalah thujone (70 persen). Fungsi dari thujone salah satunya bersifat sebagai antioksidan, serta anti mikroba dan anti jamur.
Dosis optimal artemisinin untuk mengobati penderita malaria adalah antara 50 – 70 mg/kg berat badan setiap hari dikonsumsi dua kali sehari yang digunakan selama 3 hingga 5 hari terbukti efektif menanggulangi malaria.
Pemakaian herbal (diseduh seperti teh) dengan takaran 5 – 9 g herbal/liter air/hari yang dikonsumsi selama 7 hari menunjukkan kemanjurannya dalam menanggulangi pasien malaria dengan tingkat keberhasilan mencapai 74 persen . Suhu badan penderita malaria normal dalam waktu 72 jam (3 hari).
Terlepas dari senyawa aktif artemisinin, studi terbaru menunjukkan bahwa Artemisia annua, menurut Wikipedia adalah salah satu dari empat pabrik medis dengan tingkat tertinggi kapasitas oksigen radikal absorbance (ORAC). Artemisia annua memiliki kapasitas untuk memproduksi senyawa fenolik yang tinggi, yang mengakibatkan aktivitas antioksidan yang tinggi.
Artemisinin juga memiliki aktivitas anti-kanker, karena mengandung gugus endoperoxide. Artemisinin memiliki aktivitas anti-kanker yang tinggi, karena interaksinya dengan kompleks besi dalam darah. Hal ini menunjukkan bahwa turunan artemisinin menginduksi apoptosis sel kanker juga.
Hal ini pula yang dikemukakan Jorge Ferreira PhD, peneliti tanaman dari United States Department of Agriculture (USDA), yang meneliti artemisinin sebagai pengobatan kanker. Kombinasi dihydroartemisinin dengan besi sulfat telah dilaporkan dapat mengurangi pertumbuhan tumor.
Sedangkan menurut ahli rekayasa hayati dari University of Washington, Seattle, Henry C Lai, Narendra Singh, Tomikazu Sasaki, dalam bukunya Development of Artemisinin Compounds for Cancer Treatment (Februari 2013), menunjukkan bahwa dihydroartemisinin adalah khusus beracun untuk sel kanker payudara, tetapi tidak untuk sel-sel sehat. Penelitian yang lebih luas menunjukkan bahwa artemisinin obat (artesunat) juga efektif melawan beberapa jenis kanker.
Editor : Sotyati
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...