Apa Yang Anda Tulis di Facebook Berikan Pengaruh Bagi Pembacanya
PENNSYLVANIA, SATUHARAPAN.COM – Dalam Lukas 6:45, Yesus mengatakan bahwa apa yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya. Termasuk dengan hal yang baik dan yang buruk. Hari-hari ini, apa yang kita katakan akan didokumentasikan di media sosial dan sebuah studi terbaru meneliti apakah postingan kita di Facebook sebenarnya mengalir dari hati kita dan hal itu sangat cukup untuk memberikan rasa kesehatan emosional kita.
Para peneliti di Universitas Pennsylvania mengumpulkan kuisioner dan update status Facebook dari 75.000 orang untuk mengetahui bagaimana bahasa yang digunakan di Facebook mencerminkan siapa kita dan apakah bahasa yang digunakan dapat mengidentifikasi usia, jenis kelamin dan kepribadian.
Para peneliti tidak hanya dapat memprediksi jenis kelamin seseorang berdasarkan pada update status Facebook dengan akurasi 92%, mereka juga bisa mengukur stabilitas emosi dan neurotisisme.
Menurut “awan kata” pada kata-kata yang sering digunakan, peneliti menemukan kestabilan emosi yang dikaitkan dengan bermain olahraga. Salah satu peneliti, Lyle Ungar, menyarankan, “Kita harus mengeksplorasi kemungkinan bahwa individu neurotik akan menjadi lebih stabil secara emosional jika mereka berolahraga.” Hal tersebut cukup masuk akal.
Selain awan kata yang menunjukkan bahwa adanya hubungan yang jelas antara kestabilan emosi dengan kesehatan emosional dalam keluarga, teman dan iman, orang yang memiliki stabilitas emosi tinggi juga sering memposting referensi gereja, Kristus, dan menjadi berkat bagi yang membacanya dalam update status Facebook mereka.
Komentar-komentar yang diberikan pada status update tersebut sangat cepat. Biasanya beberapa orang menggunakan laptop atau telepon selular. Hal tersebut dapat diindikasikan sebagai kesehatan jiwa yang dalam. Memposting Facebook cenderung lebih cepat, jujur dan duniawi daripada bentuk komunikasi tertulis lainnya. Mungkin dalam media lainnya kita dapat mengomentarinya setiap hari dan membuat hati kita lebih terbuka.
Sebelum penelitian tersebut menunjukkan nilai dari latihan fisik dan iman, topik dari status update peneliti terkait dengan perilaku yang positif. Untuk mendukung kekuatan iman, satu studi menunjukkan korelasi positif yang kuat antara kekuatan keyakinan pada Tuhan dan efektivitas pengobatan untuk penyakit mental.
Yang lainnya menunjukkan bahwa afiliasi agama menurunkan resiko bunuh diri. Beberapa telah menunjukkan iman memainkan peran yang kuat dalam mempromosikan penyembuhan tidak hanya mental tetapi secara umum. Dan tentu saja, menyerah kepada “kekuatan yang lebih tinggi” adalah landasan dari program 12 langkah untuk pemulihan dari kecanduan yang terkait dengan penyakit mental dan emosional. (christianitytoday.com)
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...