APEC Fokus Membahas TPP, Bukan Sengketa Laut China Selatan
MANILA, SATUHARAPAN.COM - Ketegangan di Laut China Selatan tipis kemungkinan masuk dalam agenda utama Konferensi Tingkat Tinggi Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Manila, tempat dimana 21 pemimpin ekonomi dari negara/kawasan ekonomi anggota bertemu pekan depan.
Pada forum APEC yang didirikan pada tahun 1989 untuk mempromosikan perdagangan bebas, kemungkinan yang jadi fokus utama adalah pembicaraan tentang Trans Pacific Partnership (TPP).
Ekonom Fred Bergsten dari Peterson Institute for International Economics mengatakan bahwa pada 1990-an, APEC pertama kalinya dibentuk dengan visi menciptakan zona perdagangan bebas regional untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
"Trans Pacific Partnership adalah tindakan pertama dalam merealisasikan tujuan-tujuan APEC yang asli yang ditetapkan lebih dari 20 tahun yang lalu," kata Bergsten, sebagaimana dilansir oleh voa.com.
APEC beranggotakan 21 negara/kawasan ekonomi, terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filipina, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Tiongkok, Hong Kong, Taiwan, Meksiko,Papua Nugini, Cile, Peru, Rusia dan Vietnam.
Sedangkan TPP beranggotakan 12 negara, yaitu Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Singapura, Amerika Serikat, Cile, Peru dan Vietnam.
Anggota APEC meliputi ekonomi regional utama seperti AS, Tiongkok, Rusia, Jepang dan Korea Selatan, yang secara bersama-sama menyumbang hampir setengah dari seluruh perdagangan global dan lebih dari 50 persen dari produk domestik bruto dunia (PDB).
Kendati ketegangan di Laut China Selatan tidak jadi fokus pembicaraan, ketegangan antara AS dan Tiongkok masih mungkin terjadi di forum APEC itu, karena dalam TPP, Tiongkok tidak termasuk.
Hampir semua negara APEC, termasuk Korea Selatan, Indonesia dan Filipina telah menyatakan minat untuk bergabung dengan TPP setelah pakta perdagangan itu disepakati oleh negara-negara anggotanya belum lama ini dan dinyatakan terbuka untuk menerima anggota baru. Namun, sejauh ini Tiongkok tidak mengindikasikan akan ikut bergabung.
Peterson mengatakan dengan pertumbuhan ekonominya yang melambat, Beijing tampaknya belum yakin apakah akan bergabung dengan TPP atau membangkitkan lagi alternatif blok perdagangan tandingan, diantaranya Free Trade Area of the Asia-Pacific (FTAAP) and the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
“Oleh satu dan lain hal, Tiongkok merasa sedikit dirugikan karena tersingkirkan dan saya kira mereka sedang mencoba mencari strategi terbaik untuk mengatasinya," Bergsten berkata.
Beijing, Tokyo and Seoul baru-baru ini setuju untuk membuat pakta perdagangan sendiri untuk menekan pakta perdagangan RCEP yang dipimpin Tiongkok yang tidak mengikut sertakan AS. RCEP adalah rancangan kawasan perdagangan bebas di antara 10 negara anggota ASEAN (Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam dan enam negara yang telah memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan ASEAN, yaitu Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru.
Kini, negara-negara yang sedang berupaya mengembangkan kawasan perdagangan bebas tampaknya akan menjadikan TPP sebagai panduan, kata Bergsten. Sebuah alternatif perdagangan bebas Asia, kata dia, kemungkinan akan dikembangkan dengan menggabungkan diri dengan pasar TPP yang mencapai 40 persen dari perdagangan dunia.
Tahun lalu di forum APEC, Tiongkok dengan Asian Infrastructure Investment Bank dengan modal US$ 50 miliar muncul sebagai pemimpin ekonomi utama. Kini, dengan TPP, AS tampil sebagai pemimpin.
Presiden AS, Barack Obama dan Presiden Tiongkok Xi Jinping, akan menghadiri pertemuan APEC yang akan berlangsung 18-19 November di ibukota Filipina tersebut.
Editor : Eben E. Siadari
Daftar Pemenang The Best FIFA 2024
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Malam penganugerahan The Best FIFA Football Awards 2024 telah rampung dig...