Apel dan Ayam Naikkan Tensi Konfrontasi Dagang Indonesia-AS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tensi konfrontasi dagang Indonesia-Amerika Serikat mulai naik setelah Negara Paman Sam itu secara resmi mengajukan permintaan kepada World Trade Organization atau WTO di Jenewa untuk menangani sengketa dagang dengan Indonesia mengenai hambatan perdagangan pertanian, yang selama dua tahun ini diusahakan diselesaikan melalui jalur konsultasi.
Sebelumnya, Indonesia juga telah mengadukan AS ke WTO terkait pengenaan tarif hukuman pada produk kertas (coated paper). Indonesia meminta adanya konsultasi atas langkah anti-dumping Pemerintah AS tersebut. Sebagai catatan, meminta konsultasi adalah langkah pertama dalam sengketa perdagangan. WTO akan menawarkan kepada 160 negara anggotanya untuk berbicara terlebih dulu dalam forum konsultasi tersebut.
Dengan langkah AS tersebut, tampak kesan AS meningkatkan tensi konfrontasi yang selama dua tahun terakhir tidak terlalu tampak ke permukaan. Washington menyalahkan Indonesia yang membatasi ekspor produk-produk pertaniannya ke Indonesia. Pada hari Rabu (18/3), Perwakilan Dagang AS, Mike Froman, mengumumkan AS akan meminta WTO yang berbasis di Jenewa menyelesaikan sengketa pertanian kedua negara, sebagai indikasi konsultasi sebelumnya tidak menyelesaikan perselisihan yang sudah terjadi sejak 2012.
Kementerian Pertanian AS mengkritik tujuan Indonesia untuk memasok semua kebutuhan daging ayam dan unggas lainnya serta daging sapi secara swasembada. AS menuduhnya sebagai "kebijakan proteksionis" untuk melindungi industri daging dalam negeri, pada saat jumlah kelas menengah membengkak dan mengonsumsi protein lebih banyak.
Beberapa anggota parlemen AS akan bergabung dengan Froman untuk mengumumkan langkah terbaru dalam kasus ini, yang menurut para pejabat AS akan dijalankan dalam kerja sama yang erat dengan Selandia Baru.
Selain itu, AS juga memprotes kebijakan Indonesia yang membatasi akses apel dan pir ke pasar Indonesia, negara berpenduduk terbanyak nomor empat di dunia. "Dengan membatasi akses ke pasar yang penting untuk apel dan pir Washington, tindakan pembatasan perdagangan oleh Indonesia telah merugikan sektor pertanian Washington yang merupakan sumber pencaharian masyarakat di seluruh negara bagian," kata anggota DPR AS dari Partai Republik, Dave Reichert.
Bila Indonesia menurunkan rintangan impor untuk unggas, "akan sangat menguntungkan bagi ekspor AS," demikian dikatakan Senior Vice President National Chicken Council atau Dewan Ayam Nasional AS, Bill Roenigk. Roenigk adalah anggota parlemen AS yang sepanjang tahun lalu memfokuskan diri pada sidang-sidang yang membahas industri ayam AS.
Ekspor produk hortikultura AS yang mencapai US$ 122 juta pada 2014 terkena dampak oleh peraturan baru Indonesia.
Pemerintahan Obama memprioritaskan penegakan peraturan perdagangan yang ada, sambil berusaha untuk bernegosiasi dan meloloskan perjanjian perdagangan baru dengan negara-negara Pasifik dan Uni Eropa. Selandia Baru dan Jepang termasuk dalam perundingan pakta perdagangan Pasifik, yang meliputi 12 negara anggota, dalam blok perdagangan yang dinamai Trans-Pacific. Indonesia, seperti halnya Tiongkok, tidak termasuk dalam blok perdagangan ini.
Indonesia Juga Adukan AS
Sementara itu, akhir pekan lalu Indonesia mengadukan AS ke WTO terkait pengenaan tarif hukuman pada produk kertas (coated paper) produk nasional. Indonesia meminta adanya konsultasi atas langkah anti-dumping Pemerintah AS tersebut.
Meminta konsultasi adalah langkah pertama dalam sengketa perdagangan. WTO akan menawarkan kepada 160 negara anggotanya untuk berbicara terlebih dulu dalam forum konsultasi tersebut.
Konsultasi memungkinkan para pihak membahas masalah dan mencapai solusi tanpa melanjutkan ke proses pengadilan. Proses ini harus dimulai dalam waktu 30 hari dan tidak lebih dari dua bulan.
Jika mereka gagal mencapai kesepakatan, negara pelapor dapat meminta pembentukan panel ahli untuk mempelajari sengketa dan mencapai vonis.
Menurut ChannelnewsAsia, AS memberlakukan tarif hukuman karena produk Indonesia dinilai masuk secara tidak adil ke negaranya akibat memberikan subsidi dan harga pada produk coated paper.
Sebelumnya di awal 2015, empat produsen kertas dan serikat buruh United Steelworkers meminta Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengenakan bea impor untuk produk kertas Indonesia. Namun, produk yang dimaksud adalah kertas kantor (uncoated paper) yang dinilainya dihargai terlalu murah.
Indonesia tidak sendirian diadukan oleh AS, tetapi juga Tiongkok, Brasil, Portugal, dan Australia. Pengusaha dari negara-negara ini dituduh membanjiri AS dengan beberapa jenis kertas tanpa salut (uncoated paper), seperti kertas yang dipakai untuk printer, penerbitan buku, surat iklan, dan amplop.
Praktik yang dikenal dengan nama dumping tersebut mencakup menjual kertas dengan harga kurang dari “valuasi yang wajar.” Ini berarti di bawah harga di negara eksportir atau lebih murah ketimbang ongkos produksi ditambah laba yang masuk akal.
Perusahaan kertas AS juga mengklaim produsen kertas di Cina dan Indonesia diuntungkan oleh subsidi pemerintah yang memungkinkannya menurunkan harga produk. (WSJ/ChannelNewsAsia/MSN)
Editor : Eben Ezer Siadari
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...