APEMINDO: 70 persen Kerusakan Hutan diakibatkan oleh Aktivitas Industri Pertambangan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Hampir 70 persen kerusakan hutan di Indonesia disebutkan banyak aktivis dan LSM lingkungan hidup sebagai akibat aktivitas industri pertambangan. Hal ini disebabkan ijin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkan Kementerian Kehutanan, yang menjadi akar penyebab utama hancurnya hutan. Demikian rilis Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (APEMINDO) pada hari Kamis (27/6).
Ketua APEMINDO, Poltak Sitanggang, mengatakan, “Data dan tudingan itu tidak sepenuhnya salah, meski banyak dari pengusaha tambang di negeri ini masih memegang teguh prinsip tata kelola tambang yang baik. Namun jumlah itu tidak mampu menutupi fakta di lapangan bahwa ada saja segelintir pengusaha baik asing maupun dalam negeri yang masih "nakal" dan gemar mensiasati peraturan demi keuntungan semata, salah satunya yaitu menyalahgunakan izin pinjam pakai kawasan hutan yang seharusnya dimaknai sebagai sebuah amanah dan kepercayaan besar dari rakyat untuk para pengusaha tambang,"
Tiga kawasan hutan yang cukup besar di Indonesia, seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Papua misalnya, rusak parah akibat lahan bekas galian tambang.
“Pelanggaran terhadap ketentuan perundangan jelas berakibat buruk pada lingkungan. Lihat saja, ketika aturan reklamasi dilangkahi maka efeknya langsung terlihat, lubang galian terbuka yang penuh dengan limbah akan terlihat jelas jika dipantau lewat udara, itu fakta. Belum lagi kalau diperiksa lebih dekat, ada perubahan besar dalam struktur tanah, vegetasi alami dan perubahan lingkungan lainnya yang sifatnya bisa jadi permanen. Sehingga APEMINDO sendiri tegas mendukung penerapan ketat semua aturan perundangan terkaiit dengan pemakaian wilayah hutan untuk kawasan pertambangan. Karena kami sadar dampaknya bisa sangat menyengsarakan anak cucu kita nanti.”
Menurut data di Kementerian Kehutanan, hingga periode April2013, Kementerian Kehutanan telah mengeluarkan 396 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan pertambangan yang meliputi area seluas 386.415,03 Ha dan sudah memasuki tahapan eksploitasi. Sementara yang masih dalam tahapan survei mencapai 501 izin dan meliputi area seluas 2.677.731,05 Ha.
“Artinya pihak Kementerian Kehutanan tidak merasa khawatir bahwa kerusakan hutan yang terjadi selama ini adalah akibat kegiatan penambangan. ‘Kan jelas dari posisi sekarang yang dalam tahapan survei saja jumlahnya lebih banyak dari yang sudah mendapatkan izin, demikian juga dengan luas areanya, kekhawatiran itu tidak terlihat dari data yang mereka rilis toh. Nah sebagai pengusaha tambang, kami jelas diuntungkan dengan ketidakkhawatiran pihak dephut, tapi sebagai anak bangsa kami tetap meminta agar pihak Kementrian Kehutanan melakukan inspeksi ke lapangan dan pengawasan ketat terhadap area-area tambang yang menggunakan izin pinjam pakai, apakah mereka berjalan sesuai aturan atau tidak. kalau tidak APEMINDO sangat mendukung penindakan yang dilakukan oleh Kemenhut, dan kami rekomendasikan agar izin tersebut bisa dicabut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.”
Poltak Sitanggang juga mengingatkan para pengusaha tambang mengenai sanksi pidana yang mungkin diterapkan terkait pelanggaran ijin pinjam pakai kawasan hutan tersebut. Berdasarkan Pasal 50 ayat (3) UU Nomer 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU 41/1999”) ditentukan bahwa setiap orang dilarang melakukan eksplorasi terhadap hutan sebelum mendapatkan izin dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Kehutanan. “Jadi, sebelum izin tersebut diterbitkan, seharusnya kegiatan pertambangan belum boleh dilakukan,” terangnya.
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Kehutanan Nomer 43 Tahun 2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan menegaskan pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar ijin Menteri. Dalam pengawasannya undang-undang memberikan kewenangan kepada pejabat kehutanan tertentu sesuai dengan sifat pekerjaannya untuk bertindak sebagai polisi khusus. Polisi khusus ini antara lain tugasnya adalah mengadakan patrol di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya.
“Jadi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut maka terhadap perusahaan tersebut berlaku sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 78 UU Nomer 41 Tahun 1999 yaitu pidana penjara, bagi direkturnya atau yang berwenang mewakili perusahaan, dan denda serta dapat berakibat semua hasil hutan dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk mengeksplorasi hutan tanpa ijin dirampas untuk negara.”
Selain sanksi pidana, pelaku usaha yang melanggar juga dapat dikenakan ganti rugi dan sanksi administratif.
"Kesimpulannya, polisi memang berhak untuk memeriksa kelengkapan administrasi yang Anda miliki dalam rangka penggunaan kawasan hutan.”
Editor : Wiwin Wirwidya Hendra
Puluhan Anak Muda Musisi Bali Kolaborasi Drum Kolosal
DENPASAR, SATUHARAPAN.COM - Puluhan anak muda mulai dari usia 12 tahun bersama musisi senior Bali be...