Apindo Harap Pengusaha Percaya Rupiah
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Soekamdani mengimbau para pengusaha atau asosiasi pengusaha yang tergabung dalam Apindo harus tetap percaya dengan rupiah di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan isu currency war (perang mata uang).
“Kalau kita tidak percaya rupiah ya siapa lagi yang akan percaya rupiah, kenapa saya katakan begitu, karena beberapa hari lalu kami dapat masukan dari teman-teman di BUMN ada perusahaan migas yang (masih) bertransaksi dalam dolar,” kata Haryadi pada diskusi “Pas FM: Rupiah Terkapar, Bagaimana Nasib Bisnis?” hari Rabu (26/8) malam di Jakarta.
Dalam situasi terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, Haryadi belum dapat memastikan skenario seperti apa yang akan terjadi bagi sektor riil.
“Jadi situasinya sekarang prihatin bagi Indonesia apalagi kalau kita belum tahu sejauh apa efek dari currency war ini ke sektor riil,” kata dia.
Haryadi mengatakan kondisi ini memicu omzet perusahaan turun sehingga berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
"Praktis tenaga outsourcing tidak diperpanjang kontraknya, merumahkan sebagian karyawan. Mengurangi jam kerja," kata dia.
Dia mengaku, dari data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), ada 13 perusahaan gulung tikar akibat tidak sanggup lagi menanggung beban berat akibat perlambatan ekonomi dan terpuruknya rupiah.
Currency War
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebut potensi perang mata uang itu ada setelah aksi devaluasi yuan Tiongkok serta dong Vietnam. Menurutnya, tekanan eksternal tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kinerja rupiah.
Menurut Bambang melemahnya nilai tukar rupiah bukan karena isu fundamental, melainkan faktor eksternal perekonomian global yang tidak bisa diprediksi. Bambang mengakui, kondisi rupiah telah undervalued, tetapi situasinya masih terjaga karena pemerintah bersama Bank Indonesia terus berupaya agar kurs tidak terlalu berfluktuasi terhadap dolar AS.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mewaspadai potensi terjadinya perang mata uang atau "currency war" yang mungkin terjadi sebagai dampak dari rencana penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS (The Fed) secara berkala.
"Saya melihat tiga tahun ke depan akan terus ada currency war, karena kalau seandainya program peningkatan bunga di AS berjalan secara berkala, pasti berdampak pada mata uang negara lain yang satu sama lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya," kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Senin (8/6) malam.
Perang mata uang yang dimaksud adalah suatu kondisi dimana masing-masing negara "sengaja" untuk melemahkan mata uangnya terhadap mata uang negara lain, dengan tujuan mempermudah ekspor dan memperbaiki neraca perdagangan.
Berharap Currency War Berakhir
Haryadi berharap currency war berakhir agar tidak membuat lesu dunia usaha dan industri di Indonesia. “Saat ini yang kita takutkan kalau tidak hanya Tiongkok yang melakukan devaluasi seperti itu, tapi banyak negara lain terus bagaimana dengan kinerja perusahaan di Indonesia yang butuh banyak biaya produksi yang semuanya masih dalam dolar,” kata dia.
“Saya rasa kepanikan ini akan memakan waktu sampai akhir tahun, sampai ada titik keseimbangan baru,” kata dia.
Selain itu, sebagai salah satu langkah strategis memperbaiki perlambatan ekonomi, dia ingin Pemerintah mengakselerasi belanja, terutama di sektor infrastruktur.
Ikuti berita kami di Facebook
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...