AS Bantah Beri Dukungan Intelijen pada Israel untuk Operasi di Lebanon
Australia meminta ribuan warganya untuk meninggalkan Lebanon.
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Militer Amerika Serikat tidak memberikan dukungan intelijen kepada Israel untuk operasinya di Lebanon, kata Pentagon pada hari Rabu (25/9).
Juru bicara Pentagon, Sabrina Singh, juga mengatakan tidak ada serangan darat Israel ke Lebanon yang tampak akan segera terjadi, tetapi mengarahkan wartawan ke Israel untuk pertanyaan tentang operasi dan rencananya.
Ketika ditanya tentang apakah Amerika Serikat mendukung operasi Israel di Lebanon, termasuk dengan dukungan intelijen, Singh berkata: "Tidak. Tidak ada dukungan."
"Dalam hal Lebanon, militer AS tidak terlibat dalam operasi Israel," kata Singh.
Tidak jelas apakah pernyataan Singh berlaku untuk pembagian intelijen AS secara langsung tentang rudal Hizbullah yang mungkin menuju Israel.
Kepala militer Israel mengatakan kepada pasukan pada hari Rabu (25/9) bahwa serangan udara di Lebanon akan terus berlanjut untuk menghancurkan infrastruktur Hizbullah dan untuk mempersiapkan jalan bagi kemungkinan operasi darat oleh pasukan Israel.
Singh mengatakan pemerintah Amerika Serikat sedang melakukan upaya diplomatik untuk meredakan situasi antara Israel dan Hizbullah.
Serangan udara Israel pekan ini telah menargetkan para pemimpin Hizbullah dan menghantam ratusan lokasi jauh di dalam Lebanon, tempat ratusan ribu orang telah melarikan diri dari wilayah perbatasan, sementara kelompok itu telah menembakkan rentetan roket ke Israel.
"Anda melihat tekanan penuh di sini dari pemerintah Amerika Serikat dan pemerintahan ini. Kami ingin melihat solusi diplomatik, dan kami ingin melihatnya segera," tambah Singh.
Australia Perintahkan Warga Tinggalkan Lebanon
Australia telah mendesak sekitar 15.000 warganya yang tinggal di Lebanon untuk meninggalkan negara itu, dengan alasan adanya risiko penutupan bandara Beirut dan kesulitan mengevakuasi sejumlah besar warga negara jika situasi memburuk.
Israel memperluas serangan udaranya di Lebanon pada hari Rabu dan sedikitnya 72 orang tewas, dan kepala militer Israel mengatakan serangan darat mungkin dilakukan.
Sementara itu, Inggris sedang memindahkan pasukan ke Siprus, bergabung dengan dua kapal Angkatan Laut Kerajaan yang sudah ada di sana, untuk membantu mengevakuasi warga negara yang terjebak di Lebanon.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, mengatakan pemerintahnya telah membuat rencana darurat yang dapat mencakup evakuasi melalui air, tetapi menolak memberikan rinciannya.
"Kami sedang mempertimbangkan setiap opsi, tetapi jelas ada masalah keamanan nasional," katanya dalam wawancara Sky News.
Menteri Luar Negeri Australia, Penny Wong, mengatakan kepada wartawan di New York di sela-sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bahwa ada risiko bandara Beirut akan ditutup untuk waktu yang lama, dan warga Australia harus segera meninggalkan negara itu. Wong mengatakan bahwa ia telah bertemu dengan mitranya dari Inggris dan membahas perlunya gencatan senjata di Lebanon.
Menurut Kementerian Luar Negeri Australia, sekitar 15.000 warga Australia tinggal di Lebanon. "Mengingat jumlah besar yang kita bicarakan, situasi ini akan sulit diselesaikan," kata Albanese dalam komentar yang disiarkan di ABC Television.
"Kami telah bertemu untuk membahas hal ini melalui badan-badan terkait selama beberapa waktu, termasuk melibatkan teman-teman dan sekutu kami," tambahnya.
Pada tahun 2006, Australia mengevakuasi lebih dari 5.000 warganya dan 1.200 warga negara asing lainnya dari pelabuhan-pelabuhan Lebanon, dengan kerja sama Suriah, Yordania, Siprus, dan Turki, selama perang antara Hizbullah dan Israel.
Operasi konsuler tahun 2006 merupakan evakuasi terbesar yang pernah dilakukan Australia, yang melibatkan 17 kapal, 22 pesawat Australia, dan lebih dari 470 bus. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...