AS Hikam: Jokowi Jangan Lembek Hadapi FPI
Jokowi mewarisi kebijakan pemerintahan SBY yang lembek terhadap FPI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat politik, Muhammad AS Hikam, meminta agar pemerintahan Jokowi-JK mengubah kebijakan pemerintahan SBY yang selama ini lembek (soft) terhadap ormas pelaku kekerasan seperti Front Pembela Islam (FPI). Ia menegaskan, FPI seringkali dituding sebagai ormas yang melakukan tindak kekerasan dengan melawan hukum. Namun aparat keamanan, termasuk Polri, cenderung bersikap pasif. Jika pun bertindak, semuanya sudah terlambat dan korban telah berjatuhan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh doktor ilmu politik dari Hawa'i University itu, menanggapi rencana FPI yang ingin mendeklarasikan kehadirannya di Tulungagung, Jawa Timur. Rencana itu telah mendatangkan reaksi penolakan yang luas dari msyarakat. Diantarnya datang dari Aliansi Masyarakat Tulungagung Cinta Damai (AMTCD), yang mengancam akan melakukan sweeping anggota FPI yang berani berbuat onar di Tulungagung. Bahkan mereka juga siap melakukan perang fisik jika dibutuhkan.
Menurut Hikam, penolakan sebagian kalangan masyarakat terhadap rencana pendeklarasian FPI di Tulungagung harus dipantau dan dikendalikan oleh aparat keamanan. Itu diperlukan untuk mencegah gangguan ketertiban umum dan kekerasan.
"Reaksi sebagaimana yang dikemukakan oleh kelompok AMTCD itu sejatinya merupakan salah satu konsekuensi logis dari kebijakan politik Pemerintahan SBY yang terlalu lemah (soft), dan bahkan sering dikecam sebagai pembiaran, terhadap perilaku ormas yang senang melakukan kekerasan dengan kedok agama," tulis Hikam di akun facebooknya, hari ini (28/10).
Ia menilai aparat Pemerintah, para wakil rakyat dan aparat keamanan di daerah tersebut merupakan pihak yang paling bertanggungjawab melakukan antisipasi dini. Antisipasi harus dilakukan untuk mencegah aksi penolakan tersebut berubah menjadi keributan dan gangguan terhadap keamanan masyarakat.
Ia mengatakan, pihak berwewenang bisa melakukan pendekatan terhadap FPI agar tidak melakukan kegiatan deklarasi itu saat ini. "Barangkali jika komunikasi yang intensif antara para pemangku kepentingan bisa diwujudkan, solusi yang damai bisa diusahakan," tutur dia.
"Kasus Tulungagung ini menjadi pelajaran (a lesson learned) bagi FPI, bahwa penolakan demi penolakan akan terus terjadi kepada ormas tersebut manakala sikap mendukung penggunaan kekerasan masih menjadi "trade-mark" nya," kata dia.
Menurut Hikam, Jokowi mewarisi kebijakan lembek dari pendahulunya yang menyebabkan ormas pelaku kekerasan seperti FPI seperti dibiarkan. "Inilah salah satu peninggalan (legacy) yang buruk dari Pemerintah SBY di dalam bidang keamanan dalam negeri. Memang SBY menangguk berbagai penghargaan internasional di bidang demokrasi dan penanganan kekerasan, tetapi semuanya itu tak ada artinya karena kekerasan atas nama agama di Indonesia masih tetap marak dan bahkan cenderung lebih sering terjadi," tutur dia.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...