AS Perintahkan Keluarga Diplomat Tinggalkan Ukraina
Ketegangan terjadi dan meningkat di tengah dugaan bahwa Rusia akan menyerang Ukraina.
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memerintahkan keluarga diplomat AS di Ukraina untuk meninggalkan negara itu pada hari Minggu (23/1), dan mendesak warga AS untuk pergi sesegera mungkin karena "peningkatan ancaman aksi militer Rusia."
Ketegangan meningkat karena keyakinan AS bahwa Presiden Rusia, Vladimir Putin, sedang bersiap untuk menyerang negara tetangganya, Ukraina. Terlepas dari klaimnya yang sebaliknya, laporan intelijen menunjukkan bahwa Putin dapat memerintahkan aksi militer kapan saja.
“Pada 23 Januari 2022, Departemen Luar Negeri mengizinkan keberangkatan sukarela karyawan perekrutan langsung AS dan memerintahkan keberangkatan anggota keluarga yang memenuhi syarat dari Kedutaan di Kiev karena ancaman lanjutan dari aksi militer Rusia,” kata sebuah memo dari Departemen Luar Negeri.
Kemudian pada hari itu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri menggandakan peringatan kepada warga AS.
“Tindakan militer Rusia di mana pun di Ukraina akan sangat berdampak pada kemampuan Kedutaan Besar AS untuk menyediakan layanan konsuler, termasuk bantuan kepada warga AS yang meninggalkan Ukraina,” kata pejabat itu kepada wartawan melalui telepon.
AS tidak akan berada dalam posisi untuk mengevakuasi warga dalam keadaan darurat seperti itu, tambah pejabat yang berbicara dengan syarat anonim.
Namun demikian, pejabat AS kedua mengatakan bahwa AS berharap upaya diplomatik dapat mencegah agresi militer dari pihak Rusia.
Pejabat ini mengatakan bahwa AS masih tidak tahu apakah Putin telah memutuskan untuk menyerang Ukraina. “Tidak ada dari kita yang tahu apa yang akan diputuskan oleh Presiden Putin.”
Tolak Tuduhan Inggris
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia pada Minggu (23/1) menolak klaim Inggris bahwa Kremlin berusaha untuk menggantikan pemerintah Ukraina dengan pemerintahan yang pro Moskow, dan bahwa mantan anggota parlemen Ukraina ,Yevheniy Murayev, adalah calon potensial.
Kantor Luar Negeri Inggris pada hari Sabtu juga menyebutkan beberapa politisi Ukraina lainnya yang dikatakan memiliki hubungan dengan dinas intelijen Rusia, bersama dengan Murayev yang merupakan pemimpin sebuah partai kecil yang tidak memiliki kursi di parlemen.
Politisi itu termasuk Mykola Azarov, mantan perdana menteri di bawah Viktor Yanukovych, presiden Ukraina yang digulingkan dalam pemberontakan 2014, dan mantan kepala staf Yanukovych, Andriy Kluyev.
"Beberapa dari mereka memiliki kontak dengan perwira intelijen Rusia yang saat ini terlibat dalam perencanaan serangan ke Ukraina," kata Kementerian Luar Negeri.
Murayev mengatakan kepada The Associated Press melalui Skype bahwa klaim Inggris "terlihat konyol dan lucu" dan bahwa dia telah ditolak masuk ke Rusia sejak 2018 dengan alasan menjadi ancaman bagi keamanan Rusia. Dia mengatakan bahwa sanksi itu dijatuhkan setelah konflik dengan Viktor Medvedchuk, politisi pro Rusia paling terkemuka di Ukraina dan teman Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Partai Nashi pimpinan Murayev, yang namanya menggemakan bekas gerakan pemuda Rusia yang mendukung Putin, dianggap bersimpati kepada Rusia, tetapi Murayev pada hari Minggu menolak menyebutnya sebagai pro Rusia.
“Waktu politisi pro Barat dan pro Rusia di Ukraina telah berlalu selamanya,” katanya dalam sebuah posting Facebook. “Segala sesuatu yang tidak mendukung jalur pro Barat pembangunan Ukraina secara otomatis pro Rusia,” kata Murayev kepada AP.
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...