Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 09:55 WIB | Jumat, 12 Maret 2021

AS Tidak Akan Bahas Kesepakatan Nuklir Sebelum Pemilu di Iran

Anggota parlemen Iran menghitung surat suara setelah pemungutan suara untuk ketua baru di parlemen Iran di Teheran pada 28 Mei 2020. (Foto: dok. AFP)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Pemerintahan Presiden Amertika Serikat, Joe Biden, tidak akan terburu-buru memperbarui kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran yang ditinggalkan semasa Pemerintahan Donald Trump sebelum pemilihan bulan Juni di Iran.

Pemilihan itu diperkirakan secara luas akan menandai kebangkitan presiden yang lebih garis keras di Teheran, kata seorang utusan AS.

"Kami tidak bermaksud untuk mempercepat diskusi kami pada pemilihan umum Iran, kecepatan akan ditentukan oleh seberapa jauh kami bisa mendapatkan, konsisten dengan membela kepentingan keamanan nasional AS," kata Rob Malley, utusan untuk Iran di Departemen Luar Negeri. Dia mengatakan kepada Axios dalam sebuah wawancara yang dirilis pada hari Rabu (10/3).

"Dengan kata lain, kami tidak akan terburu-buru atau memperlambat hal-hal itu karena pemilihan umum Iran."

Washington dan Teheran terjebak dalam kebuntuan untuk menghidupkan kembali pembicaraan nuklir. Sejak menjabat pada Januari, Biden telah mengambil langkah-langkah, yang dianggap memperluas upaya perdamaian dengan Iran. Itu untuk menghidupkan kembali pembicaraan mengenai kesepakatan nuklir yang telah berantakan sejak pendahulunya Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian pada tahun 2018.

Biden mengubah keputusan Trump bahwa semua sanksi PBB terhadap Iran telah dipulihkan dan Departemen Luar Negeri melonggarkan pembatasan ketat pada perjalanan domestik para diplomat Iran di New York.

Namun, Teheran dengan tegas menuntut agar semua sanksi era Trump terhadap Iran dicabut sebelum mengambil tindakan nyata untuk kembali ke kesepakatan.

Rezim Iran sedang mencoba untuk mendapatkan lebih banyak konsesi dari Washington sebelum mengambil tindakan nyata, terutama mengingat tekanan yang meningkat di dalam negeri, karena kesulitan ekonomi yang diperburuk oleh sanksi AS.

“Teheran sangat membutuhkan keringanan sanksi... Iran juga mengadakan pemilihan presiden pada Juni 2021, di mana pemerintahan Rouhani yang akan berakhir. Ini untuk mengamankan kesepakatan yang akan membangun kembali kepercayaan ekonomi dan politik yang hilang, dan mungkin juga berdampak pada hasil pemilihan,” menurut Sanam Vakil, Peneliti Senior di Program Timur Tengah dan Afrika Utara, Chatham House.

Namun, transisi ke presiden yang lebih garis keras di Iran dari Presiden Hassan Rouhani, yang mempertaruhkan warisannya pada kesepakatan nuklir tahun 2015, sepertinya tidak akan mengubah sikap Teheran dalam pembicaraan dengan Washington.

Kebijakan nuklir Iran ditentukan oleh otoritas tertinggi negara, pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, dan bukan presiden atau pemerintah.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home