AS Tuntut Ekstradisi Snowden
MOSCOW, SATU HARAPAN.COM – Pemerintah Amerika Serikat mengajukan tuntutan ekstradisi terhadap buronan mantan karyawan CIA, Edward Snowden. Buronan itu tampaknya harus pasrah karena ia tidak bisa berpergian jauh karena tidak memiliki paspor yang masih berlaku. Kasus ini pun menimbulkan ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia.
Layaknya dalam film Hollywood “Terminal”, yang menceritakan tentang seorang musafir dari Eropa Timur yang diperankan oleh Tom Hanks, Snowden juga harus hidup berbulan-bulan di sebuah bandara. Nama mantan karyawan CIA tersebut menjadi bulan-bulanan setelah membocorkan rahasia situs milik AS sehingga pemerintah AS membekukan paspornya. Ia mengatakan kepada dunia bahwa ia telah membocorkan kegiatan Badan Keamanan Nasional yang sudah ia jalankan.
Pada Minggu (23/6) lalu, Snowden tiba di Moskow setelah keberangkatannya dari Hongkong. Media internasional mengatakan bahwa ia ingin terbang dari Moskow ke Kuba atau Ekuador.
Sementara itu, pada Rabu (26/6), kantor berita Rusia, Interfax mengutip seorang sumber yang tak diketahui identitasnya bahwa Snowden tidak bisa membeli tiket karena ia tidak memiliki paspor yang masih berlaku. Pada hari Selasa (25/6), Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan bahwa Snowden masih berada di area transit Bandara Sheremetyevo, sebelah barat laut dari Moskow.
Gerhard Mangott, seorang ahli Rusia dari University of Innsbruck Austria, memiliki keraguan terhadap pernyataan Putin lalu. Menurutnya Snowden tidak didaerah transit di Sheremetyevo. Dia mungkin ada di beberapa alamat yang dirahasiakan oleh pihak berwenang Rusia. “Rusia tidak akan melewatkan kesempatan itu”. Putin membantah pernyataan itu.
Gerhard Simon seorang pakar Eropa Timur dari University of Cologne mengungkapkan keskeptisannya. “Kami tidak tahu apakah Snowden berada di Sheremetyevo.” Dia tawanan Rusia, karena itu ia butuh bantu Rusia dalam hal itu.
Hubungan Semakin Tegang
Permohonan AS untuk mengekstradisi Snowden direspons negatif oleh Putin. Presiden Rusia itu mengatakan bahwa ekstradiksi tidaklah mungkin, karena tidak ada perjanjian ekstradiksi antara Rusia dan AS. Snowden pun dinilai tidak melanggar hukum Rusia. Simon mengatakan kepada Deutsche Welle (DW) bahwa argumen adalah kemunafikan.
“Penangkapan internasional menjamin bahwa bila ada negara lain menuduh seseorang melakukan kejahatan harus diselidiki.
Dari kasus ini mengancam hubungan antara kedua negara yang semakin tegang sejak Putin kembali ke kursi kepresidenannya tahun lalu. Ketidaksepakatan di Suriah dan AS dalam rencana pertahanan rudal di Eropa telah menyebabkan suasana dingin Rusia dan AS.
Pada akhir 2012, kedua negara tersebut memainkan hukum tit for tat : AS melewati apa yang disebut hukum Magnitski yang memberlakukan larangan perjalanan pada para pejabat yang diyakini telah bertanggung jawab atas kematian seorang pengacara pembangkang dalam penjara. Sedangkan Rusia melarang adopsi anak-anak Rusia oleh orang tua Amerika.
Suaka
Mangott khawatir bahwa AS sekarang bisa lolos hukum, hal itu bisa memiliki konsekuensi serius bagi hubungan bilateral bagi kedua negara tersebut. Beberapa senator AS telah menuntut respon yang sulit. Mangott mengasumsikan Rusia akan membiarkan Snowden bergerak untuk menghindari dampak tersebut.
Simon juga berpikir bahwa Snowden akan tetap di Rusia. Insiden mata-mata antara kedua negara selalu berakhir dengan cara yang sama. Melihat ke belakang dapat dikatakan bahwa kasus mata-mata tersebut tidak pernah merusak hubungan dalam jangka panjang.
Editor : Wiwin Wirwidya Hendra
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...