ASEAN Pertegas Sikapnya pada Myanmar dan Masalah Laut China Selatan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Para pemimpin negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) pada Selasa (5/9) memutuskan bahwa Myanmar tidak akan mengambil alih kepemimpinan bergilir blok regional mereka sesuai jadwal pada tahun 2026, sebuah pukulan terbaru terhadap upaya para jenderal yang berkuasa untuk mendapatkan pengakuan internasional setelah dengan kekerasan merebut kekuasaan di negara tersebut tahun 2021.
Pemerintahan Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat mengutuk penggulingan pemerintahan Aung San Suu Kyi yang terpilih secara demokratis pada tahun 2021 oleh tentara Myanmar dan menuntut pembebasan segera Suu Kyi dari penahanan selama bertahun-tahun bersama dengan pejabat lainnya. Perlawanan terhadap kudeta militer telah meningkat menjadi apa yang oleh beberapa pakar PBB digambarkan sebagai perang saudara.
Filipina setuju untuk mengambil alih kepemimpinan blok regional tersebut pada tahun 2026 pada pertemuan puncak ASEAN yang diselenggarakan oleh Indonesia pada hari Selasa, kata Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. dalam sebuah pernyataan, mengutip apa yang dia katakan kepada sesama pemimpin dalam pertemuan tertutup tersebut.
“Dengan senang hati saya mengumumkan bahwa Filipina siap untuk memimpin ASEAN pada tahun 2026,” kata Marcos kepada rekan-rekan ASEAN di Jakarta, kata pernyataan itu.
Pernyataan resmi ASEAN yang dikeluarkan pada hari Selasa malam menegaskan keputusan untuk menyerahkan ketua ASEAN kepada Filipina pada tahun 2026 dan menegaskan komitmen kelompok tersebut terhadap rencana lima poin untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.
Masalah Konflik Sipil di Myanmar
Marcos tidak menjelaskan mengapa Myanmar kehilangan kepemimpinan bergengsi ASEAN selama setahun, namun dua diplomat ASEAN mengatakan kepada The Associated Press bahwa hal itu terkait dengan perselisihan sipil yang terus berlanjut di negara tersebut dan kekhawatiran terhadap hubungan blok tersebut dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa, antara lain, mungkin diremehkan karena tidak diakuinya pemerintahan yang dipimpin militer di Myanmar.
Para diplomat tersebut berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk membahas masalah sensitif ini secara terbuka.
Pernyataan para pemimpin ASEAN mengenai Myanmar menekankan keinginan untuk bekerja sama dengan para jenderal untuk mengakhiri krisis di negara tersebut, terutama dalam konteks rencana lima poin yang diterima Myanmar pada tahun 2021 tetapi sebagian besar gagal diterapkan.
Namun, para pemimpin juga mendesak “Angkatan Bersenjata Myanmar pada khususnya, dan semua pihak terkait di Myanmar untuk mengurangi eskalasi kekerasan dan menghentikan serangan yang ditargetkan terhadap warga sipil, rumah dan fasilitas umum, seperti sekolah, rumah sakit, pasar, gereja dan biara.” Pernyataan-pernyataan ASEAN sebelumnya tidak terlalu tajam.
Respons Myanmar
Kementerian Luar Negeri Myanmar menolak pernyataan ASEAN yang dianggap bias dan sepihak serta mengeluh bahwa negara tersebut tidak terwakili dalam KTT tersebut, yang diklaim sebagai pelanggaran terhadap piagam ASEAN.
“Meskipun Ketua ASEAN berkonsultasi dengan Myanmar mengenai rancangan dokumen tersebut, pandangan dan suara Myanmar tidak diperhitungkan,” katanya dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan di Naypyidaw, ibu kota negara tersebut.
Sebagai hukuman atas kegagalan mereka mematuhi rencana perdamaian, para jenderal tertinggi Myanmar dan pejabat yang ditunjuk mereka kembali dilarang menghadiri pertemuan puncak tahun ini di Jakarta meskipun ada saran dari beberapa negara anggota bahwa mereka diizinkan kembali karena pengusiran mereka gagal menyelesaikan konflik dan krisis negara.
Menteri Luar Negeri RI, Re tno Marsudi, mengatakan para pemimpin ASEAN memutuskan untuk tetap berpegang pada rencana perdamaian meskipun ada penilaian bahwa rencana tersebut belum membawa kemajuan dalam meredakan krisis. Mereka menunjuk tiga negara: yang merupakan ketua blok tersebut sebelumnya, saat ini dan selanjutnya, untuk menangani langsung kerusuhan sipil di Myanmar, katanya kepada wartawan.
Para jenderal Myanmar akan terus dilarang menghadiri pertemuan tingkat tinggi ASEAN, kata Marsudi.
Pasukan keamanan Myanmar telah membunuh sekitar 4.000 warga sipil dan menangkap 24.410 lainnya sejak pengambilalihan kekuasaan oleh tentara, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah organisasi pemantau hak asasi manusia.
Perselisihan sipil mematikan yang terus berlanjut di Myanmar dan gejolak baru dalam sengketa wilayah yang telah lama berlangsung di Laut China Selatan menjadi agenda utama dalam pembicaraan blok 10 negara tersebut pada hari Selasa.
Persatuan ASEAN
Masalah-masalah pelik termasuk persaingan AS-China di kawasan ini telah memicu perpecahan di dalam ASEAN, dan Presiden Indonesia, Joko Widodo, memperbarui seruannya untuk bersatu.
“Kita semua menyadari besarnya tantangan dunia saat ini, di mana kunci utama untuk menghadapinya adalah persatuan dan sentralitas ASEAN,” kata Jokowi kepada rekan-rekan pemimpinnya.
Ia mengibaratkan kelompok regional itu seperti sebuah kapal besar yang membawa masyarakat Asia Tenggara. “Para pemimpin ASEAN harus memastikan bahwa kapal ini mampu terus melaju, mampu terus berlayar,” kata Jokowi. “Kita harus menjadi kapten kapal kita sendiri untuk mewujudkan perdamaian, mewujudkan stabilitas, dan mewujudkan kesejahteraan bersama.”
Setelah pertemuan puncak mereka pada hari Selasa, para pemimpin kelompok regional tersebut bertemu dengan rekan-rekan mereka di Asia dan Barat dari Rabu (6/9) hingga Kamis (7/9), termasuk Wakil Presiden AS, Kamala Harris, yang hadir sebagai pengganti Presiden Joe Biden, Perdana Menteri China Li Qiang, dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Masalah Limbah Radioaktif Fukushima
Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengatakan sebelum terbang ke Jakarta bahwa ia berencana untuk menawarkan jaminan keamanan pelepasan air limbah radioaktif yang telah diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima yang rusak ke laut. Pelepasan ini dimulai pada 24 Agustus dan China segera memberlakukan larangan terhadap semua makanan laut Jepang.
Ditanya tentang kemungkinan pertemuan dengan Perdana Menteri China Li di Jakarta, Kishida mengatakan belum ada keputusan yang diambil mengenai hal itu.
Kishida dan tiga menteri Kabinet baru-baru ini memakan sashimi flounder, gurita, dan ikan bass yang ditangkap di lepas pantai Fukushima setelah dimulainya pembuangan air limbah dalam upaya untuk menunjukkan bahwa makanan tersebut aman.
Mengenai sengketa wilayah Laut China Selatan, para pemimpin ASEAN “menegaskan kembali perlunya meningkatkan rasa saling percaya dan percaya diri, menahan diri dalam melakukan kegiatan yang dapat memperumit atau meningkatkan perselisihan dan mempengaruhi perdamaian dan stabilitas serta menghindari tindakan yang dapat semakin memperumit pertikaian pada situasi ini,” menurut komunike pasca-KTT yang dikeluarkan oleh Jokowi atas nama para pemimpin lainnya.
Anggota ASEAN, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei terlibat dalam pertikaian teritorial di Laut China Selatan, yang seluruh wilayahnya diklaim China.
“Kami membahas situasi di Laut China Selatan, di mana kekhawatiran diungkapkan oleh beberapa negara anggota ASEAN mengenai reklamasi lahan, aktivitas, insiden serius di wilayah tersebut, termasuk tindakan yang membahayakan keselamatan semua orang, kerusakan laut, dan lingkungan hidup, yang telah mengikis kepercayaan dan keyakinan, meningkatkan ketegangan, dan dapat merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan,” para pemimpin berencana untuk mengatakan hal tersebut, dengan menggunakan bahasa yang sama seperti dalam komunike sebelumnya. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Mensos Tegaskan Tak Ada Bansos untuk Judi Online
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menegaskan tak ada ...