Asosiasi Akedemik di AS Boikot Israel, karena Perlakuannya pada Palestina
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Sebuah asosiasi akademik utama di Amerika Serikat telah bergabung untuk memboikot lembaga pendidikan Israel atas perlakuan negara itu terhadap penduduk Palestina. Hal itu menandai kemenangan penting bagi gerakan bagi Palestina yang mereka lakukan.
Sebanyak 5.000 anggota American Association Academic Studies (ASA), yang sebagian besar merupakan profesor pada universitas di AS, hari Senin (16/12) mengumumkan bahwa anggotanya menyetujui resolusi untuk mendukung gerakan yang memboikot institusi akademik Israel.
Gerakan ini telah berjalan satu dekade sebagai protes terhadap perlakuan Israel terhadap warga Palestina. Resolusi itu tidak mengikat, tetapi merupakan kemenangan yang signifikan bagi perkembangan gerakan tersebut. Demikian dilaporkan situs berita the Christian Science Monitor, Selasa (17/12).
Sejak 2004
Kampanye untuk Palestina dengan Boikot Akademik dan Budaya Israel telah melakukan lobi sejak tahun 2004 untuk menekan Israel agar memperbaiki apa yang dikatakannya adalah ketidakadilan terhadap warga Palestina.
Hal itu dilakukan dengan mengganggu kerjasama antara lembaga-lembaga akademis Israel dan masyarakat akademik global. Alasannya dijelaskan dalam panggilan gerakan untuk bertindak, diposting di situsnya:
“Institusi akademik Israel (kebanyakan dikontrol negara) dan sebagian besar intelektual dan akademisi Israel telah memberikan kontribusi secara langsung menjaga, membela atau membenarkan (langkah-langkah penindasan terhadap warga Palestina) , atau telah terlibat di dalamnya melalui sikap diam mereka.
"Hati nurani rakyat… dalam komunitaspendidikan dan intelektual internasional, secara historis memanggul tanggung jawab moral untuk melawan ketidakadilan, sebagaimana dicontohkan dalam perjuangan mereka untuk menghapuskan apartheid di Afrika Selatan melalui beragam bentuk boikot.”
Dibandingkan dengan Apartheid
Gerakan itu dengan tegas membandingkan secara eksplisit antara kebijakan Israel dan Afrika Selatan era apartheid, dan terkait meninggalnya Nelson Mandela beberapa waktu lalu, membantu memacu suara ASA, tulis The Guardian, Selasa (17/12).
ASA mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diposting bahwa resolusi itu disahkan dalam pemungutan suara oleh sebagian besar anggota asosiasi itu. Mereka yang setuju mencapai 66.05 persen, dan yang menolak sebesar 30.5 persen. Sedangkan 3.43 persen suara abstained.
ASA menjelaskan, “Dukungan ASA tentang boikot akademik muncul dari konteks militer AS dan dukungan lainnya untuk Israel pelanggaran Israel terhadap hukum internasional dan resolusi PBB, dampak didokumentasikan dari pendudukan Israel pada ulama Palestina dan mahasiswa; (dan) sejauh mana lembaga pendidikan tinggi Israel juga merupakan pihak (yang terlibat) kebijakan negara yang melanggar hak asasi manusia."
Meskipun resolusi dan panggilan untuk anggota ASA agar menghentikan kerjasama dengan lembaga akademis Israel yang terutama sebagai upaya simbolis, media The New York Times melaporkan bahwa hal itu tidak mengikat bagi anggota asosiasi. Mereka menargetkan Israel dan lembaga perguruan tinggi, bukan sarjana sebagai individu, yang dapat terus bekerja dengan rekan-rekan Amerika mereka secara individual.
Beragam Respons
Resolusi itu membuat marah para pejabat Israel dan kritikus Amerika. CBS News melaporkan bahwa kemarahan itu, paling tidak penyebabnya adalah hal itu untuk pertama merupakan keputusan oleh sebuah organisasi Amerika, di mana sebelumknya AS tertinggal dalam mengambil sikap.
Di Eropa, misalnya, fisikawan terkenal, Stephen Hawkins, menyatakan keluar dan tidak menghadiri sebuah konferensi para ilmuwan fisika bergengsi yang diselenggarakan di Israel bulan Mei lalu.
Christian Science Monitor menyebutkan bahwa resolusi ASA ini menimbulkan berbagai tanggapan di kalangan akademisi di AS, termasuk yang mendukung dan menyampaikan kritik yang tajam atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel atas penduduk Palestina.
Namun di sisi lain ada juga akademisi yang juga menyatakan bahwa tidak cukup alasan untuk melakukan boikot terhadap Israel dan lembaga akademik Israel atas dasar pelanggaran hak asasi manusia yang juga dilakukan di banyak negara. Bahkan tetangga Israel banyak yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang jauh lebih mengerikan.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...