Astindo Sarankan Maskapai Wajib Buka Kantor Perwakilan
PEKANBARU, SATUHARAPAN.COM - Asosiasi Perusahaan Agen Penjual Tiket Indonesia (Astindo) Riau, menyarankan kepada pemerintah melalui Kementrian Perhubungan, supaya maskapai penerbangan dalam menjalankan usahanya wajib membuka kantor perwakilan di daerah.
"Seharusnya pemerintah membuat suatu regulasi yang mewajibkan setiap maskapai penerbangan `mencari nafkah` di Indonesia harus membuka kantor cabang di daerah tersebut," ujar Sekretaris Astindo Riau Wendy Yolanda Pasaribu di Pekanbaru, Kamis (10/7).
Dengan demikian, menurutnya, dimanapun sebuah maskapai penerbang beroperasi di Indonesia, maka perusahaan tersebut akan menempatkan penanggung jawab di daerah, sehingga biro perjalanan sedikit dimudahkan dalam berurusan dengan maskapai.
Ia mencontohkan, maskapai penerbangan Tigerair Mandala, yang mengumumkan berhenti kegiatan beroperasi terhitung mulai 1 Juli 2014, dengan alasan tingginya biaya operasional akibat depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
Mandala telah mengumumkan kebijakan itu pada 18 Juni 2014, yang berarti ada rentang waktu sekitar 12 hari sebelum tutup operasi, sementara maskapai tersebut, memperkerjakan pihak ketiga atau tenaga sewa untuk melayani penumpang di daerah.
"Kantor perwakilan itu bisa di bandara atau di luar. Ketika terjadi suatu masalah dengan maskapai, maka harus ada penangung jawab, minimal untuk perusahaan itu sendiri seperti laporan keuangan dan lain-lain," katanya.
Menurutnya, masalah yang menimpa puluhan biro perjalan di Riau, akibat Mandala berhenti beroperas, karena maskapai tersebut tidak punya kantor perwakilan, dan melimpahkan semua masalah kepada "call center".
Sementara, "call center" tidak punya kebijakan sendiri atau kewenangan, untuk menyatakan oke kepada perusahaan biro perjalanan, dan calon penumpang baik yang sedang berada di Pekanbaru, Yogyakarta maupun Jakarta.
"Kan kewenangan itu berada di level pimpinan sebuah maskapai penerbangan, dengan jabatan seperti manajer, tingkat diatas manajer. Apalagi seperti di Pekanbaru, tidak ada sama sekali orang yang bisa bertanggung jawab untuk Madala," ucap Pasaribu.
Maskapai penerbangan Tigerair Mandala bulan lalu, mengumumkan penghentikan kegiatan operasional mulai 1 Juli 2014, karena tingginya biaya operasional, akibat depresiasi rupiah terhadap dolar AS.
"Kelebihan kapasitas maskapai dibandingkan jumlah penumpang, melemahnya nilai tukar rupiah yang mencapai 20 persen sejak awal 2013, membuat meningkatnya biaya operasional Mandala secara signifikan," kata Ketua Dewan Komisaris PT Mandala Airlines, Jusman Syafii Djamal.
Sejak beroperasi kembali April 2012, maskapai penerbangan berbiaya rendah itu terus mengalami kerugian.
Perkembangan industri penerbangan yang menantang, membuat para pemegang saham sulit terus memberikan dukungan keuangan, sehingga direksi memutuskan perusahaan itu tidak memiliki sumber daya memadai untuk melanjutkan kegiatan operasional.
"Kami telah berusaha mencari berbagai solusi untuk tetap beroperasi, termasuk berdiskusi dengan calon mitra strategis dan penanam modal," katanya. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...