Loading...
SAINS
Penulis: Melki 16:07 WIB | Jumat, 24 Januari 2025

Asupan Gula Tinggi dapat Tingkatkan Risko Gangguan Mental

Ilustrasi - Panekuk salah satu makanan manis. Pixabay

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter Spesialis Gizi Klinik RS Pusat Otak Nasional (RSPON) dr. Rozana Nurfitria Yulia, M. Gizi, Sp.GK mengatakan mengonsumsi gula tinggi atau berlebih berhubungan dengan peningkatan risiko depresi atau gangguan mental lainnya.

"Ternyata sayangnya iya, gula terkait sekali dengan depresi. Kadang jadi orang menyebutkan 'karena saya depresi maka kita suka makan banyak minum manis' ternyata kondisi itu bukan suatu solusi," kata dr. Rozana Nurfitria Yulia, M. Gizi, Sp.GK, dalam webinar yang diikuti di Jakarta pada Kamis (23/1).

Ia menjelaskan dengan mengonsumsi tinggi gula justru meningkatkan dari hormon kortisol. Hal ini lantaran gula yang tinggi menyebabkan terjadinya inflamasi atau peradangan yang memicu keluarnya hormon stres, lahirlah kortisol.

"Kortisol itu justru bikin jadi tambah gula darahnya malah naik, jadi kaya suatu hal yang tidak timbal balik ketika depresi terusnya minum gula ternyata tambah depresi karena justru si kortisolnya naik justru hormon stresnya meningkat akhirnya jadi tambah depresi," ujar dia.

Rozana menyampaikan terdapat penelitian bahwa pada 1,3 juta orang, di mana penelitian itu menghitung asupan glukosa makanan asupan mereka.

Ternyata setiap orang yang mengonsumsi 100 gram per hari gula, meningkatkan hampir 28 persen kemungkinan dia untuk mengalami depresi.

Lebih lanjut, dr. Rozana menyampaikan masyarakat untuk lebih memperhatikan mengonsumsi asupan gula, terutama dari minuman yang kita tidak tahu kandungan gulanya.

"Jadi itu memang harus diwaspadai bahwa ternyata asosiasi penggunaan gula bukan hanya terkait sama penyakit metabolik, ternyata kesehatan mental juga suatu hal yang perlu diperhatikan juga karena asupan tinggi gula gitu," ucap dia.

Rozana juga menjelaskan asupan gula yang berlebih juga bisa berdampak langsung mempengaruhi otak. Gula merupakan produk yang asalnya dari karbohidrat. Jadi karbohidrat kalau dipecah atau dimetabolisme sama tubuh akan menjadi gula sederhana, salah satunya glukosa.

Ia menyampaikan hampir 20 persen dari asupan karbohidrat terutama glukosa akan digunakan sebagai energi sama otak karena sebagai sumber energinya yang dominan. Namun, glukosa yang terlalu tinggi yang ada di badan itu juga harus diperhitungkan tidak bisa banyak.

Rozana menjelaskan mengonsumsi gula berlebih berdampak salah satunya pada fungsi memori otak. Glukosa yang tinggi akan memicu keluarnya dopamin (hormon rasa gembira rasa senang), sehingga menimbulkan efek adiktif atau kecanduan.

"Akibatnya dia minum atau makan gula hatinya senang, akhirnya membuat kita merasa bahwa itu adalah suatu solusi mau lagi-mau lagi," ujar dia.

​​​​"Bahkan orang di Amerika juga sudah menyebutkan bahwa efek adiktif dari gula ternyata memang memiliki asosiasi atau manfaat yang ternyata sama tidak baiknya seperti narkotik atau obat-obatan terlarang karena dia memiliki efek adiksi. Jadi misalnya hari ini minum teh manis satu sendok makan sudah cukup, ternyata besok untuk menciptakan rasa dengan pengeluaran dopamin yang sama besarnya seperti kemarin tidak bisa dengan satu sendok makan harus ditambahin," lanjut dia.

Selain itu, dr. Rozana menambahkan asupan gula yang berlebih dari sisi kognitif juga mengganggu segi memori, salah satunya bisa menyebabkan jadi sering lupa.

"Jadi orang yang mengonsumsi tinggi karbohidrat ternyata memang karena tadi efeknya sama si dopamin, neurotransmiternya tadi dia juga terkait dengan memorinya, jadi sering kaya sering lupa. Jadi kalau orang sering lupa-lupa coba deh jangan-jangan kebanyakan minum gula," kata dia.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home