Asvi Warman Adam: Indonesia akan Kembali ke Masa Orba
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Peneliti Sejarah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman Adam mengatakan Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba), karena ada upaya mengubah pemilihan presiden (pilpres) langsung menjadi pilpres melalui MPR.
"Indonesia akan kembali ke masa orde baru (orba) karena ada upaya mengubah pemilihan presiden," kata Asvi Warman Adam.
Asvi menyampaikan pendapat itu dalam diskusi bertajuk “Selamatkan Demokrasi Indonesia” yang diadakan Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI di Media Center LIPI, Jakarta Selatan, Jumat (10/10) siang.
Diskusi diadakan sebagai pernyataan sikap intelektual terhadap tindakan elite politik di parlemen, yang mengabaikan nilai moralitas dan rasionalitas politik.
Sementara Hermawan Sulistyo berpendapat intelektual harus bergerak menghadapi dinamika politik saat ini. “Ke mana arah gerakan kita?, tahun 1998 rakyat bergerak karena terdapat salah urus di eksekutif sekarang legislatif yang bermasalah, ternyata reformasi tidak membawa perubahan. Kami tidak bisa diam, intelektual harus bergerak,” katanya
Ia mengingatkan pihak pertama yang menikmati hasil reformasi adalah politisi dan media massa. “Politisi sekarang sudah mengkhianati perjuangan reformasi, yang dihasilkan oleh darah mahasiswa,” kata Sulistyo.
Menyikapi dinamika politik saat ini Peneliti P2P LIPI Syamsuddin Haris menyarankan agar publik terus mengawal proses demokrasi di Indonesia. Ia risau dengan sikap elite politik yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekuasaan, apalagi muncul semangat kembali ke sistem orba di sebagian anggota DPR.
“Dibutuhkan kerja sama masyarakat sipil untuk melawan oligarki politik di parlemen,” kata Haris.
Sedangkan Profesor Riset P2P LIPI Ikrar Nusa Bhakti membantah anggapan masyarakat Indonesia belum siap dengan pemilihan langsung. “Apakah rakyat terpecah? dalam sejarah pemilu, tidak ada konflik yang mengakibatkan bangsa kita terpecah, justru elite politik kita yang terpecah,” bantah Ikrar.
Ikrar mengungkapkan ada kemungkinan tiga skenario yang dijalankan elite politik untuk mengganggu proses demokrasi, pertama menggagalkan pelantikan Presiden Terpilih Joko Widodo, kedua memakzulkan presiden, dan ketiga menghilangkan pasal pilpres secara langsung dengan mengamandemen UUD 1945.
“Apakah kita ingin proses demokrasi yang sudah berjalan selama 16 tahun berhenti, atau kita kembali ke otoritarianisme ketika legislatif menjadi diktator?,” tambah Ikrar.
Diskusi ditutup dengan pembacaan sikap intelektual yang mengecam tindakan elite politik yang merampas hak politik rakyat dan mendukung pemilihan langsung.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...