Atase Pertahanan di Bawah Kemenhan, DPR: Itu Cacat Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi I DPR RI Tb Hasanuddin menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 58 Tahun 2015 tentang Kementerian pertahanan cacat hukum.
“Perpres ini memuat kedudukan, tugas, fungsi, instansi vertikal, tata kerja dan pendanaan struktur organisasi Kemenhan. Mengapa cacat? Karena landasan hukumnya hanya mencantumkan pasal 4 ayat 1 dan pasal 17 UUD 1945, dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang kementerian Negara. Pasal 4 dan 17 UUD 45 hanya menyangkut tentang presiden adalah pemegang pemerintahan dan presiden dalam memegang pemerintahan itu dibantu oleh para menteri sesuai bidangnya,” kata Tb Hasanuddin di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (19/6).
Untuk itu, kata Tb Hasnuddin seharusnya yang menjadi acuan adalah pasal 30 ayat 1 dan 5 tentang pertahanan dan susunan/ kedudukan TNI. Undang-undang yang dijadikan landasan seharusnya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara dan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Dengan tidak mencantumkan kedua Undang-undang ini maka Perpres Nomor 58 telah menabrak pasal 2 dalam Undang-undang Nomor 3/2002 tentang Haneg khususnya pasal 16 ayat (6), menteri menetapkan kebijakan penganggaran, pengadaan, perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional serta pembinaan tehnologi dan industri pertahanan yang diperlukan oleh TNI,” kata dia.
“Tanpa mencantumkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 maka kewenangan Kemenhan telah diamputasi khususnya dalam mengelola kebijakan pembinaan dan anggaran di TNI,” kata dia.
Kemudian, kata Tb Hasanudin dalam perpres Nomor 58 tahun 2015 pasal 49 ayat 1 untuk melaksanakan tugas di bidang pertahanan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dapat ditempatkan atas pertahanan. Selama ini Athan di bawah kendali Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI karena sesuai dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 pasal 6 (1) a fungsi TNI adalah penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dari luar dan dalam negeri.
“Untuk mendeteksi ancaman dari luar, maka TNI menempatkan Athannya di luar negeri yang salah satu tugasnya adalah melakukan operasi intelejen. Dengan ditariknya Athan ke Kemenhan maka fungsi operasi intelejen dilakukan oleh Kemenhan, lalu data intelejen luar negeri yang dibutuhkan TNI dalam melaksanakan fungsinya dari mana?” dia menanyakan.
Menurutnyanya Pasal 49 perpres Nomor 58 juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang intelejen Negara, dalam pasal 11, fungsi intelejen pertahanan dan atau militer diselenggarakan oleh Tentara Nasional Indonesia. Jadi operasi intelejen dilakukan oleh TNI bukan oleh Kementerian Pertahanan.
"Dengan demikian saran saya sebaiknya Perpres no 58 tahun 2015 dicabut dan diganti agar tidak bertabrakan dengan undang-undang yang ada," katanya.
Editor : Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...