Atasi Krisis Berdarah, Ukraina Akan Selenggarakan Pemilihan Presiden Awal
KIEV, SATUHARAPAN.COM – Presiden Ukraina, Viktor Yanukovych, pada hari Jumat (21/2) mengumumkan pemilihan presiden awal dan kembali ke konstitusi sebelumnya sebagai konsesi untuk mengakhiri krisis politik berdarah yang melanda negara itu.
Hari itu, Yanukovych juga bertemu dengan para pemimpin oposisi dan menandatangani sebuah dokumen yang dimaksudkan untuk mengakhiri kerusuhan.
Parlemen telah menerima tuntutan utama oposisi dan menyetujui RUU untuk mengembalikan konstitusi 2004, yang dirancang untuk membatasi kekuasaan presiden dan Ukraina sebagai republik parlementer.
"Reformasi Konstitusi menyeimbangkan kekuasaan presiden, pemerintah dan parlemen akan segera dimulai dan akan selesai pada bulan September," antara lain bunyi perjanjian rekonsiliasi itu.
Sebuah pemilihan presiden akan diselenggarakan setelah konstitusi baru diadopsi, tapi lambat Desember. Dan sebuah pemerintah persatuan nasional akan dibentuk pada 3 Maret.
Langkah-langkah yang disepakati dalam negosiasi sepanjang malam dengan pemimpin oposisi berlangsung dengan diawasi oleh utusan Uni Eropa, anggota parlemen dan mediator yang ditujuk Rusia.
"Saya melakukan yang diperlukan untuk memulihkan perdamaian dan menghindari korban lebih lanjut dari kebuntuan," kata Yanukovych dalam pidato nasional.
"Tidak ada langkah yang kita keberatan adalam mengambil keputusan bersama untuk memulihkan perdamaian di Ukraina," kata dia menyebut keputusan sebagai tugas rakyat Ukraina dan negaranya.
Amnesti
Pemimpin Partai Udar Vitali Klitschko, mantan juara tinju, mengatakan sebelumnya bahwa oposisi siap untuk menandatangani kesepakatan dengan pemerintah, tetapi diperlukan konsultasi dengan para aktivis di lapangan.
Kurang dari satu jam kemudian, Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan pada halaman Twitter resminya bahwa dewan koordinasi aktivis yang berbasis di Independence Square (Lapangan Kemerdekaan di Kiev) telah menyetujui rancangan rekonsiliasi.
Perjanjian antara pemerintah dan oposisi bertepatan dengan penarikan polisi anti huru hara dari daerah di pusat kota Kiev di mana sebagian besar gedung-gedung pemerintah berada, termasuk parlemen, menteri dan administrasi kepresidenan.
Pihak berwenang dan oposisi saling tuduh siapa yang menghasut putaran terakhir kekerasan, yang meletus hari Selasa setelah barisan massa menuju menyerbu gedung parlemen.
Bentrokan antara demonstran anti pemerintah dan polisi membunuh sedikitnya 80 orang selama tiga hari, menurut Kementerian Dalam Negeri. Ini adalah kekerasan terburuk di Ukraina yang merdeka pada tahun 1991.
Berdasarkan kesepakatan rekonsiliasi hari Jumat, penyelidikan kasus kekerasan akan dilakukan bersama-sama diawasi oleh pihak berwenang, termasuk oposisi dan Dewan Eropa.
Perjanjian tersebut juga menyebutkan waktu 24 jam bagi demonstran bersedia untuk menyerahkan senjata api yang diperoleh secara ilegal kepada polisi untuk mendapatkan amnesti.
Ukraina mengumumkan berkabung nasional pada hari Sabtu dan Minggu ini atas kasus tersebut. "Setelah periode tersebut, semua kasus ilegal dan penyimpanan senjata akan dituntut di bawah hukum Ukraina," kata perjanjian.
Protes massa awalnya meletus pada akhir November setelah pemerintah menunda perjanian kerja sama politik dan ekonomi dengan Uni Eropa, dan sebaliknya memperkuat hubungan ekonomi dengan Rusia.
Ketidakpuasan pada awalnya fokus pada hubungan dengan Uni Eropa, namun berkembang pada anti pemerintah dan menyerukan penggulingan presiden serta pemilihan awal. (ria.ru)
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...