Pemimpin Kristen dan Muslim Afrika Tengah Minta Milisi Letakkan Senjata
BANGUI, SATUHARAPAN.COM – Para pemimpin Kristen dan Muslim di Republik Afrika Tengah pada hari Jumat (21/2) menyerukan milisi dari kedua belah pihak yang menggunakan gereja dan masjid sebagai tempat penampungan harus melucuti senjata mereka atau mereka dilucuti.
Iman seharunya untuk menghentikan penjarahan dan kekerasan sektarian yang telah menyebabkan hampir seperempat dari total penduduk negara itu mengungsi dalam setahun ini. Dan mereka menyerukan agar PBB berkontribusi lebih dengan mengirim pasukan penjaga perdamaian.
Dieudonne Nzapalainga dan Oumar Kobine Layama, masing-masing uskup agung gereja Katolik di dan imam Masjid di Bangui, mengadakan konferensi pers bersama mendesak kelompok-kelompok yang bertikai meletakkan senjata mereka.
"Biarlah semua saudara-saudara kami yang membawa senjata menyerahkannya. Para prajurit harus melucuti semua orang, di gereja-gereja dan di masjid-masjid," kata Nzapalainga.
"Orang-orang bersenjata telah menyusup ke tempat ibadah, termasuk masjid," kata Layama, dan mendesak penduduk untuk mendukung upaya perlucutan senjata internasional.
Mereka mendukung panggilan Sekjen PBB, Ban Ki-moon, pada hari Kamis untuk menambah 3.000 tentara ke negara itu.
Para ulama mengatakan bala bantuan yang diperlukan untuk membantu warga sipil yang rentan di beberapa wilayah di mana pemerintah sementara yang lemah tidak memiliki pengaruh, dan pasukan asing belum berani.
Kedua pemimpin agama itu terus-menerus menyerukan para pihan menahan diri dari kekerasan setelah terjadinya kudeta pada Maret 2013 dan berkembang menjadi bentrokan kelompok Kristen dan Muslim.
Sejauh ini, 2.000 tentara Prancis dan 6.000 pasukan penjaga perdamaian Uni Afrika di negara itu gagal menghentikan kekerasan yang membunuh ratusan orang tahun ini.
Kekerasan berkobar pada akhir 2012 ketika kelompok pemberontak Seleka yang didominasi Muslim melancarkan serangan terhadap Francois Bozize, yang telah berkuasa selama satu dekade.
Para pemberontak menggulingkan dia pada Maret tahun lalu, namun beberapa dari mereka menjadi brutal dan memulai penjarahan, pemerkosaan dan pembunuhan.
Kelompok yang dikenal sebagai anti Balaka dibentuk sebagai reaksi dari kelompok yang didominasi Kristen.
Serangan balas dendam mereka terhadap umat Islam terus berlanjut meskipun ada intervensi Perancis pada bulan Desember, dan mantan kepala Seleka menyerah dari posisinya sebagai presiden bulan lalu.
Kekerasan di Republik Afrika Tengah memaksa ribuan orang untuk meninggalkan negara itu. Menurut badan pengungsi PBB, 28.000 oarng telah menyeberang ke Kamerun sejak awal Februari. (AFP)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...