Atlet Rusia di Olimpiade 2008 Positif Dinyatakan Doping
LAUSANNE, SATUHARAPAN.COM – Komite Olimpiade Rusia (ROC) menginformasikan terdapat sejumlah nama atlet Rusia yang positif menggunakan doping, namun atlet tersebut bukan wajah baru melainkan olahragawan yang berlaga pada Olimpiade tahun 2008 di Beijing, Tiongkok.
“Tiga hari yang lalu, Anna (atlet lompat tinggi putri Rusia, Anna Chicherova, red) menelepon saya, dia (Anna, red) menerima pemberitahuan positif menggunakan doping pada Olimpiade Beijing (tahun 2008, red) dari sampel yang diuji,” kata pelatih lompat tinggi, Yevgeny Zagorulko, seperti diberitakan Russian Today, hari Rabu (25/5).
Yevgeny menyatakan Anna mendapat informasi dari Komite Olimpiade Rusia mengenai hasil tes laboratorium tersebut.
Anna merupakan atlet lompat tinggi putri yang menyumbangkan medali perunggu bagi Rusia di Olimpiade 2008, empat tahun kemudian di Olimpiade London, dia mengalami peningkatan prestasi karena memenangkan medali emas.
Selain di Olimpiade, menurut catatan Wikipedia, Anna pernah memenangkan berbagai medali antara lain di Kejuaraan Atletik Dunia pada 2011 di Daegu, Korea Selatan, saat itu perempuan kelahiran 1982 tersebut mendapat satu medali emas, dua tahun sebelumnya di Kejuaraan Atletik Dunia di Berlin, Jerman, dia mendapat medali perak. Perolehan tersebut sama seperti yang dia raih pada Kejuaraan Atletik Dunia 2007 di Osaka, Jepang.
Pada Kejuaraan Atletik Dunia 2013 di Moskow, Rusia, Anna mendapat medali perunggu, hal tersebut dia ulangi lagi pada Kejuaraan Atletik Dunia 2015 di Beijing, Tiongkok.
Pekan lalu, Komite Olimpiade Internasional (IOC) mengeluarkan pernyataan resmi bahwa 31 atlet di enam cabang olahraga dari 12 negara dilarang tampil karena positif menggunakan doping sehingga tidak dapat tampil di Rio de Janeiro, pada Agustus mendatang.
IOC mendasari pernyataan tersebut setelah bekerja sama dengan Badan Anti Doping Dunia (WADA) dengan melakukan pengujian 454 sampel doping dari atlet yang berlaga di Olimpiade 2008.
Sejak November 2015, Rusia mendapat skors oleh Asosiasi Federasi Atletik Internasional (IAAF) setelah Badan Anti-Doping Dunia (WADA) melaporkan “budaya doping yang disponsori negara” kepada IAAF.
IAAF menurut rencana akan mengadakan panel tertutup dengan WADA dan IOC pada 17 Juni 2016 tentang kepastian apakah cabang atletik Rusia akan diizinkan berpartisipasi di Olimpiade 2016 atau tidak.
Atlet Rusia yang tidak puas atas keputusan positif doping dari IOC adalah pelompat galah putri, Yelena Isinbayeva yang direncanakan menuntut IAAF ke Commision Arbitrary for Sport (CAS) atau pengadilan olahraga, jika dia dilarang berlaga membela Rusia di Olimpiade 2016.
“Larangan tersebut melanggar hak asasi manusia,” kata Isinbayeva.
“Dalam kasus ini saya yakin akan menang,” Isinbayeva menambahkan.
Isinbayeva menjelaskan saat mengajukan tuntutan akan disertai sejumlah dokumen yang menunjukkan tes doping yang baru saja ia dapat. “Saya berharap ini akan beres karena saya pantas berlaga, itu hak saya,” kata Isinbayeva.
Isinbayeva mengemukakan tidak hanya dia, namun atlet-atlet berusia muda berhak berlaga di Olimpiade. “Kehilangan momen dan harus menunggu empat tahun (Olimpiade, red) adalah waktu yang lama,” kata Isinbayeva.
Isinbayeva menuduh doping bukan hanya masalah Rusia, karena Isinbayeva menganggap dunia olahraga internasional merasa cemburu terhadap prestasi Rusia.
“Atlet dari Amerika Serikat, Jamaika dan banyak negara lain yang gagal tes doping, tapi mengapa dalam dua tahun sudah bisa berlaga kembali. Hanya di Rusia saja seluruh tim dilarang. Ini diskriminasi,” kata Isinbayeva.
Dalam catatan Wikipedia, perempuan kelahiran 1982 tersebut telah memenangkan berbagai medali emas, antara lain dua medali emas di Olimpiade pada 2004 dan 2008, tiga medali emas di Kejuaraan Dunia Atletik, dan satu emas di Kejuaraan Atletik Eropa.
Tindakan skorsing yang dijatuhkan IAAF mendapat tentangan dari Menteri Olahraga Rusia Vitaly Mutko yang mengklaim larangan berolahraga akan mengembalikan citra olahraga seperti era 1980-an ketika kontingen sebuah negara memboikot ajang multieven olahraga karena alasan politik.
“Saya ingin menekankan bahwa negara tidak pernah mendukung orang yang menggunakan doping,” kata Mutko.
Pada Olimpiade 1980 di Moskow, Rusia, sejumlah negara melakukan boikot termasuk Amerika Serikat, sebagai bentuk protes terhadap kehadiran militer Soviet di Afganistan. (rt.com).
Editor : Bayu Probo
Mencegah Kebotakan di Usia 30an
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Rambut rontok, terutama di usia muda, bisa menjadi hal yang membuat frust...