Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:10 WIB | Rabu, 28 Agustus 2024

Aturan Moralitas Baru Taliban, PBB: Membuat Perempuan Jadi Bayangan

Seorang wanita Afghanistan keluar dari sebuah toko swalayan di Kabul, Afghanistan, pada 5 Desember 2021. (Foto arsip: AP)

KABUL, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang Taliban Afghanistan menanggapi kritik terhadap aturan moralitas yang baru-baru ini dikodifikasi pada hari Senin (26/8), dengan mengatakan bahwa menolak undang-undang tersebut tanpa memahami hukum Islam menunjukkan "kesombongan".

Perempuan harus menutupi seluruh tubuh dan tidak meninggikan suara di depan umum, di antara aturan lain yang membatasi gerakan dan perilaku perempuan, menurut undang-undang 35 pasal yang diumumkan pada hari Rabu (20/8) oleh kementerian kehakiman.

Undang-undang tersebut memberlakukan ketentuan yang luas, termasuk aturan tentang pakaian pria dan menghadiri salat, serta larangan menyimpan foto makhluk hidup, homoseksualitas, adu hewan, memainkan musik di tempat umum, dan hari raya non Muslim.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), kelompok hak asasi manusia, dan warga Afghanistan telah menyatakan kekhawatiran bahwa undang-undang tersebut akan menyebabkan peningkatan penegakan aturan tentang gaya hidup dan perilaku, banyak yang telah diberlakukan secara informal sejak otoritas Taliban berkuasa pada tahun 2021 dan menerapkan interpretasi yang ketat terhadap hukum Islam atau syariah.

Undang-undang tersebut "berakar kuat dalam ajaran Islam" yang harus dihormati dan dipahami, kata kepala juru bicara pemerintah, Zabihullah Mujahid, dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (26/8) malam.

"Menolak undang-undang ini tanpa pemahaman seperti itu, menurut pandangan kami, merupakan ekspresi kesombongan," katanya, seraya menambahkan bahwa bagi seorang Muslim untuk mengkritik undang-undang tersebut "bahkan dapat menyebabkan kemunduran iman mereka".

Pukulan Serius Hak Perempuan

Uni Eropa pada hari Senin (26/8) mengatakan bahwa mereka "terkejut" oleh dekrit yang "meneguhkan dan memperluas pembatasan yang ketat terhadap kehidupan warga Afghanistan".

"Keputusan terbaru ini merupakan pukulan serius lainnya yang merusak hak-hak perempuan dan anak perempuan Afghanistan, yang tidak dapat kami toleransi," kata pernyataan dari kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell.

Borrell mendesak Taliban untuk mengakhiri "pelanggaran sistematis dan sistemik terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan", dengan peringatan bahwa hal itu dapat dianggap sebagai penganiayaan jender, kejahatan terhadap kemanusiaan berdasarkan Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional.

Pemerintah Taliban secara konsisten menepis kritik internasional atas kebijakan mereka, termasuk kecaman atas pembatasan terhadap perempuan yang oleh PBB disebut sebagai "apartheid jender".

Undang-undang tersebut menetapkan hukuman berjenjang bagi mereka yang tidak mematuhi -- mulai dari peringatan lisan hingga ancaman, denda, dan penahanan dengan durasi yang bervariasi, yang ditegakkan oleh polisi moral di bawah Kementerian Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan.

Mujahid menepis kekhawatiran atas penegakan hukum tersebut, dengan mengatakan, "Tidak ada hak yang akan dilanggar, dan tidak ada individu yang akan menjadi sasaran ketidakadilan".

Sebelumnya pada hari Senin, wakil juru bicara pemerintah, Hamdullah Fitrat, mengatakan hukum tersebut akan diterapkan "secara halus", melalui saran dan bimbingan.

Pemerintah Taliban baru-baru ini mengatakan polisi moral akan memainkan peran yang semakin besar dalam menegakkan hukum agama, menurut laporan PBB bulan Juli, yang menuduh mereka menciptakan "iklim ketakutan".

Roza Otunbayeva, kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA), menyebut undang-undang tersebut sebagai "visi yang menyedihkan bagi masa depan Afghanistan, di mana inspektur moral memiliki kewenangan diskresioner untuk mengancam dan menahan siapa pun berdasarkan daftar pelanggaran yang luas dan terkadang tidak jelas".

Pernyataan UNAMA dan UE memperingatkan undang-undang tersebut dapat merusak prospek keterlibatan dengan komunitas internasional.

Pemerintah Taliban tidak diakui oleh negara mana pun tetapi telah membuat terobosan diplomatik baru-baru ini, termasuk menghadiri pembicaraan yang diselenggarakan PBB tentang Afghanistan di Qatar.

Mujahid menekankan "kekhawatiran yang diajukan oleh berbagai pihak tidak akan menggoyahkan Emirat Islam dari komitmennya untuk menegakkan dan menegakkan hukum Syariah Islam".

Perempuan Afghanistan Jadi Bayangan

Kepala hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada hari Selasa (27/8) menyerukan Taliban Afghanistan untuk segera mencabut serangkaian undang-undang "mengerikan" yang katanya berusaha mengubah perempuan menjadi bayangan.

Komisaris Tinggi Volker Turk mengatakan pengesahan undang-undang baru pekan lalu "memperkuat kebijakan yang sepenuhnya menghapus kehadiran perempuan di depan umum, membungkam suara mereka dan merampas otonomi individu mereka, secara efektif berupaya menjadikan mereka menjadi bayangan tanpa wajah dan tanpa suara."

"Ini sama sekali tidak dapat ditoleransi," katanya, berbicara kepada wartawan melalui juru bicara pada jumpa pers PBB. (AFP/Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home