Australia Diminta Batalkan Kirim Pengungsi dari Nauru ke Kamboja
SIDNEY, SATUHARAPAN.COM – Kelompok hak asasi manusia meminta Australia membatalkan rencana mengirim pengungsi dari Nauru ke Kamboja untuk mencegah pelanggaran yang sudah dialami mereka yang ada di Kamboja.
Human Rights Watch, hari Kamis (30/4) menyatakan bahwa Kamboja harus menolak kesepakatan dengan Australia dan fokus pada penyediaan perlindungan bagi para pengungsi dan pencari suaka yang sudah ada di wilayahnya.
"Pemerintah Australia sedang mencoba membayar Kamboja untuk menerima pengungsi dan lepas tangan dari tanggung jawab nurani," kata Elaine Pearson, Direktur HRW Australia. "Ini bukan solusi, melainkan kesepakatan bisnis dengan mengorbankan orang yang sangat rentan."
BACA JUGA:
Media melaporkan bahwa Australia berencana menerbangkan pengungsi dari Nauru ke Kamboja di bawah Kesepakatan kedua negara pada September 2014. Berdasarkan kesepakatan ini, Kamboja akan menerima US$ 35 juta (sekitar Rp 450 miliar) bantuan pembangunan dari Australia. Dana ini di luar pembayaran semua biaya yang terkait dengan memindahkan pengungsi dari Nauru.
Pihak berwenang Australia telah berjanji bahwa pengungsi dan pencari suaka di Nauru, yang dilaporkan dalam kondisi miskin, diberi paket pemukiman kembali di Kamboja. Mereka telah membagikan selebaran yang menawarkan didapatnya hak sosial ekonomi, politik, dan kemanusiaan, yang dinilai sebagai gambaran yang menyesatkan. Situasinya di Kamboja bertentangan dengan laporan kelompok hak asasi manusia dan media.
Human Rights Watch melaporkan pada November 2014 tentang kegagalan pemerintah Kamboja memberikan pengakuan status pengungsi yang sesuai hukum, termasuk dari diskriminasi dan permusuhan terhadap imigran dari negara-negara berkembang. Pengungsi di Kamboja juga mengalami kemiskinan yang tinggi dan merasa tidak aman, terkait pelanggaran hak asasi manusia yang dialami warga negaranya sendiri.
"Ini akan menjadi upaya terbaru pemerintah (Perdana menteri Australia, Tony) Abbott untuk melepaskan semua tanggung jawab terhadap orang-orang yang melarikan diri dari perang, pembersihan etnis, dan kekejaman," kata Pearson.
Berdasarkan Nota Kesepahaman September 2014 antara Australia dan Kamboja, Kamboja sepakat untuk "memberikan kesempatan pemukiman yang aman dan permanen untuk pengungsi dari Republik Nauru... dan menunjukkan pentingnya kerja sama regional tentang pemukiman pengungsi sesuai dengan Konvensi Pengungsi."
Namun ada laporan buruk tentang perlakuan Pemerintah Kamboja baru-baru ini terhadap para pencari suaka yang sebagian besar orang Kristen etnis Jarai (juga dikenal sebagai Montagnard) dari Vietnam. Mereka mengklaim menjadi sasaran penganiayaan atas dasar agama dan politik. Hal ini menjadi keraguan bahwa Kamboja akan bertindak sama dalam menjalankan kewajiban tersebut.
Pada Desember 2014 pemerintah Kamboja mengizinkan 13 orang Jarai dari Vietnam yang mengklaim dianiaya oleh otoritas Vietnam mendaftar di Phnom Penh sebagai pencari suaka dan kemudian diakui sebagai pengungsi. Namun pemerintah juga menolak mengizinkan 94 ââpencari suaka dari Jarai lainnya.
Kamboja juga mendeportasi 54 pencari suaka itu ke Vietnam. Kamboja bahkan mengerahkan pasukan pasukan polisi, tentara dan polisi militer di perbatasan Kamboja dengan Vietnam untuk mencegah Montagnard menyeberang ke Kamboja untuk mencari suaka.
Stray Kids Posisi Pertama Billboard dengan Enam Lagu
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Grup idola asal Korea Selatan Stray Kids berhasil menjadi artis pertama d...