Australia Tunda Referendum untuk Mengakui Hak Suku Aborigin
CANBERRA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Australia menunda lagi jadwal referendum untuk mengakui suku Aborigin dan suku asli lainnya di negara itu ke dalam konstitusi. Sebelumnya referendum dijadwalkan dilaksanakan bulan Mei 2017.
Situs berita Australia, news.com.au, memberitakan Dewan Referendum yang bertugas memberikan saran kepada perdana menteri dan pemimpin oposisi, dalam sebuah pernyataan awal pekan ini mengatakan konsultasi terkait hal ini masih akan berlanjut hingga tahun 2017. Mereka akan memberikan laporan akhir pada pertengahan tahun depan.
Proses konsultasi akan mencakup "dialog regional" mulai tahun ini, dengan proses terpisah, yang melibatkan masyarakat Australia yang lebih luas.
Pemimpin oposisi Bill Shorten dan Perdana Menteri Malcolm Turnbull telah bertemu pekan lalu untuk membahas kemajuan dalam masalah ini. Desember tahun lalu mereka sepakat untuk menunjuk sebuah dewan yang terdiri dari 16 tokoh Australia.
Menurut Shorten, bulan Mei memang menjadi waktu yang ideal, tetapi ia ingin mendengar kembali saran dewan.
Dewan, yang bertemu di Melbourne, pada hari Selasa (9/8), mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kedua pemimpin akan menelaah laporan sementara pada bulan 8 September "untuk meneliti kemajuan yang dicapai dari hari ini sampai pada tahap konsultasi berikutnya".
Turnbull mengatakan kepada dewan tidak ada usulan yang akan dibahas tanpa dukungan dari masyarakat asli.
Usulan itu, menurut Dewan, juga harus dapat dicapai dan dapat diterima secara universal.
Sekitar 150 orang telah menghadiri pembicaraan awal tentang masalah ini di Broome, Thursday Islands, Melbourne dan Sydney.
Dari pembicaraan mereka, Dewan mencatat pesan yang kuat bahwa "proses konsultasi tidak harus terburu-buru dilakukan dengan tenggat yang semu".
The Guardian memperoleh informasi bahwa dari 150 delegasi di pertemuan-pertemuan tersebut umumnya mendukung adanya pengakuan konstitusional terhadap penduduk asli, namun bersamaan dengan itu harus dikembangkan perjanjian yang akan memberikan manfaat nyata kepada penduduk asli.
Di sisi lain, sebagian kalangan mengatakan tidak diperlukan adanya pengakuan konstitusional, yang terutama adalah memastikan tercapainya perjanjian yang memberi manfaat nyata kepada penduduk atau suku asli.
Sebuah survei bulan lalu menemukan bahwa 60 persen pemilih Australia akan memilih "ya" pada referendum untuk pengakuan konstitusional, sementara 59 persen akan memilih "ya" untuk mendukung perjanjian.
Menurut Dewan Referendum, sebuah makalah diskusi, diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa pribumi, akan diterbitkan sebelum konsultasi putaran berikutnya.
Sebuah laporan independen yang dirilis pada bulan September 2014 menyerukan referendum yang akan diselenggarakan paling lambat bulan Mei 2017 yang merupakan tahun ke 50 setelah referendum tahun 1967.
Pada tahun 1967, lebih dari 90 persen penduduk Australia memberi suara yang mendukung dimasukkannya penduduk asli Australia dalam sensus nasional dan ke dalam tanggung jawab baru persemakmuran tentang kebijakan-kebijakan yang terkait dengan penduduk asli.
Laporan independen mengatakan: "Pengakuan terhadap masyarakat Aborigin dan masyarakat Torres Strait Islander dalam dokumen pendiri negara kita adalah masalah penting yang mendalam."
Wakil Ketua Dewan Referendum, Mark Leibler, mengatakan adalah baik untuk mengadakan referendum pada ulang tahun ke-50 referendum tahun 1967. Namun, ia menegaskan lebih penting lagi untuk memastikan hal itu dilakukan dengan benar.
"Ini adalah pertama kalinya penduduk asli kita diundang untuk merancang konsultasi mereka sendiri," katanya kepada radio ABC.
"Mereka perlu mendapatkannya dengan benar, mereka menganggap sangat serius hal ini."
Apabila referendum dilaksanakan, hasilnya diperkirakan akan menghasilkan berbagai dampak, termasuk amandemen terhadap konstitusi Australia.
Editor : Eben E. Siadari
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...