Babi Rusa, Satwa Khas Sulawesi yang Rawan Punah
SATUHARAPAN.COM - Babi rusa atau babi rusa Sulawesi (Babyrousa babirussa celebensis) adalah spesies asli Indonesia yang masuk daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan dinyatakan sebagai spesies rawan terhadap kepunahan.
Babi rusa termasuk jenis babi liar yang hanya terdapat di Sulawesi, khususnya bagian utara, Pulau Togian, Malenge, Sula, Buru dan pulau-pulau Maluku lainnya. Populasinya terus menurun dan diperkirakan tinggal sekitar 4.000 ekor.
Habitat babi rusa adalah hutan hujan tropis. Hewan ini gemar memakan buah-buahan dan tumbuhan, seperti mangga, jamur dan dedaunan. Masyarakat memburu binatang ini karena diambil dagingnya atau dianggap sebagai binatang hama yang merusak kebun.
Binatang ini bisasanya diburu ketika mencari makanan pada malam hari untuk menghindari beberapa binatang buas yang sering menyerang.
Sosok
Babi rusa memiliki panjang tubuh antara 80 sampai 106 centimeter. Tingginya bisa mencapai 80 centimeter dan berat sekitar 90 kilogram. Binatang ini bersifat penyendiri, namun pada umumnya mereka hidup berkelompok dengan seekor pejantan yang paling kuat sebagai pemimpin (dominan).
Yang membedakan dengan babi hutan lainnya adalah taringnya panjang dan mencuat ke atas melengkung hingga mendekati mata. Fungsi taring ini masih banyak menimbulkan pertanyaan, karena tumbuh dari rahang atas dan mencuat ke atas, sehingga tidak mencerminkan fungsi untuk mengunyah atau merobek makanan. Namun ada pendapat yang menyebut berfungsi untuk melindungi mata dari duri tanaman.
Babi rusa betina melahirkan satu sampai dua ekor dalam satu kali melahirkan dengan masa kehamilan antara 125 dan 150 hari. Bayi babi rusa disusui selama satu bulan, kemudian mencari makanan sendiri di hutan bebas. Babi rusa betina hanya melahirkan satu kali dalam satu tahun. Usia dewasa dicapai pada usia 10 bulan, dan diperkirakan bertahan hidup hingga 24 tahun.
Ancaman Kepunahan
Ancaman kepunahan terutama karena babi rusa diburu penduduk setempat dikonsumsi dagingnya, atau sengaja dibunuh karena merusak lahan pertanian dan perkebunan. Namun juga karena habitatnya yang merupakan hutan alam makin sempit, karena penebangan hutan dan konversi menjadi lahan pertanaian atau perkebunan. Binatang ini juga diburu untuk diambil taringnya.
Sejak tahun 1996 hewan ini telah masuk dalam kategori langka dan dilindungi oleh IUCN dan CITES. Namun masih sering dijumpai perdagangan daging babi rusa di daerah Sulawesi Utara.
Menurut hukum, genus babi rusa dilindungi penuh sejak 1931. Perlindungan melalui inklusi pada Appendix I CITES dilakukan sejak tahun 1982. Itu berarti perburuan, penangkapan perdagangan spesies atau bagian-bagiannya merupakan pelanggaran hukum, dan tindak pidana.
Kepunahan atas satu spesies dinilai bisa mengganggu keseimbangan lingkungan, khususnya yang terkait dengan rantai makanan atau piramida makanan, yang pada akahirnya juga mempengaruhi manusia. (dari berbagai sumber)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...